Gunung Senujuh, sebuah gunung yang penuh cerita, terutama cerita rakyat yang berkembang dimasyarakat pedesaan diwilayah pemerintahan Kesultanan Sambas, yang sekarang berada diwilayah pemerintahan Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas.

Hampir semua orang, khususnya diwilayah Sambas mengetahui akan nilai eksotis dari gunung tersebut yang masuk dalam kategori hutan lindung.Walau terdapat perusakan oleh warga disana sini seperti penambangan liar terhadap galiannya, dan penebangan liar terhadap pepohonannya, namun tetap saja, keangkuhan Senujuh terasa memukau siapa saja, dan terkesima apabila mendekatinya.

Sejak jaman dahulu kala, gunung Senujuh digunakan oleh masyarakat Sambas sebagai panduan arah dalam perjalanan, terutama perjalanan sungai, yang menjadi sarana satu-satunya tempo dulu.Bahkan sejak dari jaman budaya Hindu, sebelum agama Islam berkembang di wilayah Sambas yang sekarang, gunung Senujuh sudah dijadikan tempat tujuan budaya bagi mereka, karena tidak jauh dari gunung ini, bekas kota lama berada, yang notabene menganut agama Hindu.

Dan juga, gunung inilah, yang sampai sekarang masih menyimpan misteri tertentu, apalagi yang berkaitan dengan dunia ghaib, karena pada zaman Kesultanan Sambas, gunung ini merupakan salah satu tempat favorit Sultan Sambas, yaitu Sultan Tsyafiudin II, sebagai basis utama untuk menuju hulu sungai Sambas, tempat peristirahatan, kebun, dan juga sebagai tolok ukur pembuatan Turusan yg menghubungkan sungai Sambas kecil dan sungai Sambas Besar, dan juga Turusan Sajingan Kecil.

 Berangkat dari cerita sejarah itulah, aku pribadi merasa tertantang untuk bermalam dalam bentuk camping kesana, walau pada tahun 2003 dulu sudah pernah, tapi nggak dipuncaknya, dan gangguan "makhluk halus" sangat tinggi, sehingga rencana kegiatan yg 1 minggu,berubah menjadi 5 hari 4 malam.Sungguh suatu pengalaman yg sangat hebat bagiku, namun karena mental ku yg kurang siap pada waktu itu, ku akui aku kalah terhadap "mereka".

Bertahun-tahun berikutnya, kembali aku bertekad untuk menaklukkannya, kali ini tidak dibawah, tapi dipuncak gunung tersebut, disumber "pusat energi" yang sudah dinyatakan "tabu" untuk di jadikan lokasi camping, karena alasan itulah, tekad ku kembali, dan pastinya nyali semakin bertambah.

Pada tanggal 2 Maret 2014, aku dan 4 anggota dari Saka Bakti Husada Ranting Sambas, yang terdiri dari 3 orang, 2 putri dan 1 putra dari angkatan XIX, dan 1 dari angkatan ke XVII.Kemudian 12 anggota Saka Bakti Husada Ranting Sajad, yang terdiri dari 6 putri, dan 10 putra, berasal dari angkatan ke III dan ke IV, yang rata-rata berusia anak sekolah setingkat SLTA, menuju ke gunung tersebut, dengan rute yang kami pilih, masing-masing.Kami menggunakan kenderaan bermotor, berjumlah 3 buah, sedangkan dari Ranting Sajad menggunakan perahu motor, yang bisa memuat cukup ramai orang dan barang, titik pertemuan kami adalah disungai Turusan yg berada didekat gunung Senujuh, tepat dipersimpangan Turusan dan sungai Sambas Besar.

Jalan raya menuju Kec, Sajad

Dimulai dari Puskesmas Sambas, tepat pukul 09.13 pagi, kami berangkat menuju ke gunung Senujuh melalui rute Sajad, yaitu dari Desa Dalam Kaum, tempat kami berkumpul, lalu menuju ke Desa Tumuk Manggis, untuk menjemput salah satu anggota yang akan ikut, begitu komplit, kami langsung tancap gas melalui Dusun Senyawan, Sebambang, terus masuk ke persimpangan menuju Kecamatan Sajad yang terkenal akan kondisi jalannya yang cukup rusak dan parah sekali.Begitu melalui Dusun Jirak dan Desa Tengguli, penderitaan kami berakhir sudah, karena disitulah akhir dari jalan raya yang rusak parah karena pembangunan yang tidak merata.

Begitu memasuki jalan setapak, yang dulu pernah menjadi rute Travel Surviving II , perjalanan kami berubah menjadi lebih cepat, tidak sampai 30 menit, kami sudah bertemu dengan rombongan dari Sajad, tepat pada pukul 10.39 siang.
 
Rendezvous Point. Background Gunung Senujuh,dari sisi Selatan.

 Sekitar 10menitan, kami istirahat sekaligus mengatur strategi untuk menuju ke lokasi.Karena ada 2 macam transportasi, yaitu melalui jalur darat dan air, semua perlengkapan dari kami, yang menggunakan kenderaan darat, kecuali tas keriel yang kubawa, kami pindahkan ke perahu motor rombongan dari Sajad karena masih memiliki tempat kosong yang cukup banyak, sekaligus meringankan perjalanan kami yang setelah ini semakin berat karena melalui jalur perkebunan yang kondisi jalannya jelek.Selesai bongkar dan mengatur ulang muatan, kamipun berpisah lagi sesuai dengan jalur masing-masing, yaitu jalur darat dan air ( lihat di peta ).

Dari sini, perjalanan sudah mulai terasa santai, karena tinggal mengikuti alur jalan setapak perkampungan, yang sebentar lagi akan kami lalui adalah Dusun Pulau Peranggi, dengan panjang kampung kira-kira 5km, untuk menuju ke penyeberangan menuju Desa Sendoyan.Begitu masuk ke perkampungan, teringat pada kegiatan yang lalu, yaitu Travel Surviving II, yang 4 tahun lalu kami laksanakan dengan berjalan kaki melalui Dusun ini, tepatnya bulan Maret juga.Disini merupakan tempat kami mendirikan tenda untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, berbagai cerita yang kami alami disini, dan sungguh sebuah kisah yang tidak mudah untuk dilupakan.

Cukup dengan nostalgianya, perjalanan masih berlanjut.Begitu sampai di steigher penyeberangan, kenderaan kami yang berjumlah 3 buah motor kami naikkan ke motor air penyeberangan, dan menuju ke kampung sebelah, untuk melanjutkan sisa rute yang harus ditempuh.Sambil itu, aku membayangkan rute rombongan yang melalui jalur sungai, wah, betapa mereka santai dan menikmati perjalanan mereka, cukup dengan duduk-duduk saja, tujuan dapat diraih, yaitu Dusun Sajingan kecil.

 Sambil perahu motor kami menyeberang, tampak dengan jelas sekali keangkuhan gunung Senujuh yang siap menyambut kami dengan berbagai macam hal yang tidak terduga pastinya, semoga tidak dengan cobaan yang dulu pernah aku alami pada tahun 2003, pintaku.

OK, sekarang kami sudah berada di Desa Sendoyan, dari sini perkiraan perjalanan yang harus ditempuh adalah 15KM, yaitu 5KM jalan setapak rabat beton, dan sisanya 10KM jalur perkebunan yang masih dalam kondisi tanah kering.Begitu mendekati persimpangan Dusun Mak Lebar, Desa Senujuh, kami berbelok ke arah kanan, lalu tancap gas melewati setiap perkampungan kecil disini.Nostalgia kembali terjadi, maklum, jalur inilah yang kami lalui pada kegiatan Travel Surviving III, pada tahun 2011, tepatnya pada tanggal 17-20 April 2011 lalu.Yang gilanya lagi, daerah ini kami lalui pada malam hari, sekitar jam 9.00 malam!!

Semua yang kami lewati menggunakan kenderaan kali ini, dulunya sudah kami tempuh dengan jalan kaki, perbedaan yang cukup ketara pastinya, namun pengalaman yang lalulah yang benar-benar membuatku terkesan karena "tekat" atau "nekad", aku sendiri pun tidak paham sampai sekarang akan kegilaan tersebut.Dan berangkat dari pengalaman tersebut, banyak informasi yang aku peroleh, dan sangat mendukung untuk ekspedisi pendakian kali ini, terutama tentang "penduduk gunung".

Back to the main story, tanpa terasa kami sudah melalui dusun Mak Lebar, dan memasuki persimpangan menuju Dusun Sajingan Kecil, yang kondisi jalannya sangat jelek, beruntung tidak becek, seperti pengalaman kami 3 tahun yang lalu.Dari sini perjalanan mulai terasa berat, terutama bagi 2 buah motor biasa dari anggota yang mengikutiku, maklum sajalah, salah satu rombongan motor menggunakan motor jenis Matic yang hmm, speechless lah intinya, jalur tanah bergundukan begitu menjadikan tantangan tersendiri bagi motor mereka yang memiliki ground clearance rendah, semoga saja tidak terjadi masalah pikirku.

Dari sini, semakin terasa keangkuhan gunung Senujuh yang sudah menatap kedatangan kami dari kejauhan.Aku cukup terkesima dengan pemandangan disini, sambil merekam video perjalanan, tidak lupa aku mengenang masa 3 tahun lalu, dijalur inilah kami berjalan kaki tengah malam, dan sampai di dusun Sajingan Kecil sekitar pukul 01.00 malam.

Jalur tanah menuju Sajingan Kecil

OK, perjalanan pun berakhir, dan sekarang kami memasuki Dusun Sajingan Kecil.Tidak ada perubahan berarti disini, hampir sama dengan 3 tahun yang lalu ketika kami bermalam disini.Motor kami parkirkan, lalu kami berjalan kaki menuju steigher Desa, untuk bertemu dengan rombongan Sajad yang menempuh jalur air.Warga pada heran dengan kedatangan kami, apalagi setelah mengutarakan niat kami untuk kemah di atas gunung.Begitu sampai di steigher, ternyata rombongan mereka sudah dekat dan segera sandar di steigher untuk melanjutkan perjalanan, waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB, rombongan dari Sajad tiba di steigher.

Steigher Dusun Sajingan Kecil

Di steigher inilah kami menyusun strategi dan mengatur perlengkapan, ijin, belanja konsumsi, info, air, parkir motor, dan terakhir pastinya yang berkaitan dengan pekerjaanku sebagai Entomologist, dengan melibatkan anak-anak kampung untuk mengumpulkan ooth/ telur belalang yang nantinya aku beli dari mereka dengan harga Rp 5000 perbiji.Euphoria anak kecil meledak, maklum saja, mereka mendapatkan uang cukup banyak dari hasil penjualan ooth yang kubeli, mendadak rombongan kami menarik minat lebih ramai warga, walau sekedar ingin tau saja tujuan kami ke sini.

Tenodera sp ooth

Sambil menunggu persiapan logistik dan lainnya, aku mengatur perlengkapan bawaan anggota, yang kebanyakan mustahil untuk dibawa.Maklum saja, mereka semua belum pernah kemah dihutan, apalagi di atas gunung.Ada yang membawa kompor gas, ada yang membawa sabun mandi, sikat gigi, pakaian extra, dan lain-lain yang tidak perlu untuk dibawa naik, karena selain akan menjadi beban, juga diatas gunung tidak ada air, percuma saja bawa handuk, sabun mandi, sikat gigi jika untuk minum saja tidak bisa.

Selesai persiapan, kami pun siap-siap untuk berangkat menuju gunung.Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB, dari sini, perjalanan berat sudah menghadang didepan, pendakian terjal dan kurangnya pengalaman merupakan salah satu rintangan pokok yang wajib kami tempuh, belum lagi sebagian gunung habis dilanda hujan lebat, yang berakibat becek bagi jalur yang didaki, semoga saja tidak, pikirku.Dengan estimasi perjalanan 2 jam untuk mencapai puncak, sekitar jam 3 sore akan sampai ke tujuan.

Sebelum pendakian

Sebelum menginjakkan kaki ke kaki gunung Senujuh, tidak lupa briefing wajib dan khusus sebagai panduan rohani untuk menjalani perjalan berikutnya.Selesai briefing dan panduan rohani, kamipun memulai perjalanan kami yang setelah ini akan sangat menguras tenaga dan nafas, terutama bagi para pemula yang hampir 99% belum pernah mendaki gunung.

Berikut adalah video pendakian pertama begitu menginjakkan kaki di lereng gunung Senujuh.


Tidak banyak yang bisa diceritakan disini, selain terkurasnya tenaga para anggota yang maklum saja, belum pernah melakukan kegiatan seperti ini.Sedikit diralat, ternyata ketinggian gunung Senujuh adalah 400M diatas permukaan laut, yang selama ini aku ketahui adalah 300M, ternyata terkoreksi setelah membuka peta gunung menggunakan google maps dengan mode Terrain, disitu jelas tampak sekali ukuran ketinggian gunung, ku anggap akurat, karena google maps menggunakan satelit untuk mengukurnya, dan itu pasti tepat.

Lelah mereda diawal pendakian.
 Misi pendakian pertama ini adalah untuk mencapai titik peristirahatan pertama yaitu Rest Point 1 ( lihat di peta ), yang memiliki ketinggian 300M.Cukup sering mereka berhenti untuk istirahat, sambil memulihkan tenaga dan minum serta mengatur nafas.Terus terang, bagi pemula, pendakian awal lah yang paling menyiksa mereka, maklum saja, kemiringan tanah sekitar 60-70 derajat, karena  kondisi tubuh yang belum siap dan pernafasan mereka yang setengah-setengah, menghambat perjalanan jika tidak bisa mengaturnya, maka ku instruksikan kepada mereka untuk banyak istirahat, karena aku yakin, setelah setengah jam mendaki, mereka pasti akan siap dan terbiasa, sehingga rasa capek dan hausnya sedikit berkurang.

Istirahat kesekian kalinya, dan sudah mulai terbiasa.
 Satu jam berikutnya, setelah sekian banyak mereka istirahat, akhirnya Rest Point 1 dapat diraih.

Dusun Semakuan, dan bentuk sungai Sambas Besar dari ketinggian 300M dpl.
 Disini, kusempatkan untuk memfoto bagian dataran rendah yang mengarah ke arah timur tepatnya di Dusun Semakuan.Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB, disini istirahat sedikit lama, kisaran 20 menitan, sambil menunggu salah satu anggota putra yang disengat tawon hutan, sambil memberi obat luar dan minum, semoga tidak terjadi apa-apa pikirku.

20 menit pun berlalu, dan perjalanan kembali dilanjutkan, pendakian berikutnya tidaklah susah, karena tingkat kelandaian yang cukup mudah untuk dilalui, dari sini, perjalanan terasa cepat sekali, tanpa terasa, Rest Point 2 sudah dekat, sambil menunggu anggota yang tadinya kesengat tawon, aku berjalan terus menuju Rest Point 2 sambil membongkar isi muatan tas keriel ku untuk mengeluarkan perlengkapan P3K, karena berdasarkan info dari anggota lainnya, ybs muntah-muntah.

Rest Point 2. Estimasi ketinggian 350M dpl.

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.55 WIB begitu aku sampai di Rest Point 2, sekitar 40 menitan waktu yang kami perlukan untuk mencapai Rest Point 2, disini terdapat goa yang katanya tempat harta karun atau sarang walet, karena sulit diakses, dan capek, kamipun malas untuk turun memeriksanya.10 menit kemudian, yang ditunggu akhirnya sampai, sesegera mungkin kukeluarkan obat yang terdiri dari anti alergi dan penurun panas, lalu kuserahkan kepada anggota yang tersengat tawon untuk diminum, lalu di bekas lukanya, ku sapukan jenis minyak khusus sengatan serangga untuk mengurangi pembengkakan dan rasa nyeri.

Jalur pendakian yang agak landai.

Rest Point 2.

Karena sudah dekat dengan campsite, istirahat disini kupersingkat, untuk segera menuju puncak gunung, dengan ketinggian 400M dpl, langkah kaki kami segera menderu, karena rute yang semakin mudah dan kurang tanjakan, tidak butuh waktu yang lama, sekitar 30 menit berikutnya, yaitu pukul 15.30 WIB, kami akhirnya berhasil mencapai puncak tertinggi, yaitu di campsite dengan ketinggian 400M.Tanpa basa basi lagi, segera mereka kuperintahkan untuk mendirikan tenda dan lainnya.Berikut video terkait.



Semua dipersiapkan, mulai tenda, dapur, api unggun, lokasi WC, dan lain-lain, tidak lupa pekerjaanku sebagai Entomologist, yaitu pemasangan light trap untuk mengumpulkan serangga, terutama serangga endemik dari gunung Senujuh.

Dimulai dari sekarang, aktifitas perkemahan sudah terlaksana dengan sendirinya, tanpa perlu komando, karena mereka semua sudah berpengalaman dalam perkemahan, walau sedikit masalah utama seperti kayu api dan air, yang ternyata berdasarkan info yang anggotaku peroleh dari warga, katanya air ada di atas gunung, yang menurut pengalamanku mustahil, dan ternyata dugaanku benar, tidak ada air sama sekali, dan itu adalah masalah yang sangat besar, karena tanpa air, aktifitas otomatis terhenti, karena urusan makan dan minum tergantung dengan air.Beruntung 10 liter berhasil kami bawa dari bawah, walau sedikit, tapi cukup untuk bertahan sekian jam.

Kayu api sudah diperoleh, sedikit teknik survival ku ajarkan kepada anggota, terutama cara memperoleh kayu api di dalam hutan setelah hujan turun.Tungku dapur sudah menyala, api unggun sudah dinyalakan, walau sore masih setia mengisi waktu bersama kami, sambil menunggu tiba waktunya, senja di ufuk barat dan berganti malam, yang gelap dan pekat menghias pemandangan kami, suasana kembali hening, dengan riuh sahut-sahutan suara yang terdengar sangat aneh bagi mereka yang belum pernah bermalam di hutan besar, pastinya, takut akan menghampiri mereka semua, "pikirku"....

Aktifitas masak untuk makan malam.

Tidak ada aktifitas berarti begitu kegelapan menjelma, hanya tungku didapur, dan api unggun sajalah penerangan yang ada.cahaya dari Light Trap yang kunyalakan, bukanlah sarana penerangan, karena cahaya yang dihasilkan adalah ultra violet dengan tingkat radiasi tinggi, yang dapat merusak retina jika terlalu lama ditatap kearah sumber lampunya.

Malam ini, aktifitas pokok adalah makan, istirahat, dan tidur, untuk proses pemulihan tenaga, namun.........akhirnya terjadi juga " the experience of the darkness"

Api unggun.Sebagai senjata dan penerangan.


Pagi menyapa, hari kedua di puncak gunung Senujuh, tanggal 3 Maret 2014, pada ketinggian 400M di atas permukaan laut..........

Masak untuk sarapan.

Tidak ada perihal penting yang wajib dibahas pada hari kedua ini, sudah dapat dipastikan, air hanya cukup untuk masak pagi, setelah itu, untuk minum saja tidak bisa sama sekali.Beberapa anggota yang senior dari SBH Sajad dan SBH Sambas dikumpulkan, sedikit briefing mengenai pencarian sumber air, dan diputuskan, untuk anggota putra akan turun mengikuti alur riam yang sudah kutemukan, lalu berharap sambil mencari akan sumber air.Selesai makan pagi, semua anggota putra turun untuk mencari sumber air di ketinggian sekitar 300M.

Ekspedisi pencarian air.

Selesai sarapan pagi, semua tenaga yang dibutuhkan untuk mencari air mulai bergerak serentak menuruni tebing curam, dengan harapan setiap wadah air yang dibawa berhasil diisi dengan air, untuk melanjutkan kegiatan camping ini.Waktu menunjukkan pukul 8.15 WIB pagi, di hari kedua di atas puncak gunung Senujuh, tanggal 3 Maret 2014.Sayup-sayup, satu persatu dari pencari air menghilang dari pandangan mata, tinggal aku dan ke enam anggota putri yang menunggu di campsite.Namun, setengah jam kemudian, rombongan tersebut sudah kembali, dan wajah lelah tampak dari mereka semua, selain air tidak berhasil ditemukan, juga rasa haus yang mendera mereka, menyebabkan ekspedisi mereka gagal total.

Langkah pertama dalam ekspedisi ke wilayah ujung Barat.
Kemudian aku mengambil keputusan untuk berjalan ke arah Barat, tepatnya ke arah ujung Barat dari gunung Senujuh dalam upaya untuk mencari air, sekaligus jalan-jalan pikirku, dan sekalian mencari situs batu tulis yang berada di ujung Barat dari gunung ini.Niatku ini kusampaikan, dan disambut spontanitas oleh semua anggota yang semuanya ingin ikut juga, ntah karena senang atau karena takut ditinggal di tenda, pikirku, jika ada yang tinggal, akan menimbulkan masalah lainnya.Selesai berkemas, semua anggota dipersiapkan untuk membawa segala jenis kontainer berupa botol air, ken air, dan semua barang yang bisa digunakan untuk menampung air.Tepat pada pukul 09.24 WIB, perjalanan ke Barat kami mulai.


 Dari sini, tidak banyak yang dapat diceritakan, selain perjalanan melelahkan sepanjang kira-kira 5KM menuju ke Barat, tepatnya menuju ke arah Dusun Mak Lebar.Beberapa foto yang sempat kuambil bisa dijadikan media alur ceritanya.

Diperjalanan, kami menyempatkan diri untuk berfoto di sekitar area pohon durian yang sangat massive, besar sekali, kupikir, usianya mungkin sudah seratusan tahun dikarenakan ukurannya yang sangat besar dan tinggi, udah gitu, posisinya berada dipuncak lagi, tepatnya dijalur paling atas, dengan ketinggian sekitar 350M.Tidak jauh dari situ, berdasarkan info yang kuperloeh, mungkin keberadaan situs batu tulis bisa ditemukan, sambil meneliti setiap batu yang kami lewati, tidak lupa kami memeriksa tulisan sanskerta sebagai esensi sejarah budaya Hindu disini.

Pohon Durian Tua.
  Namun, begitu sampai diujung, tidak juga kami ketemukan keberadaannya, hingga kami mencapai titik Rest Point 3, yang aku sebut sebagai Taman puncak gunung.Bukan tanpa alasan nama tsb kuberikan, karena disitu tempatnya sangat lapang dan terbuka, tersedia kursi juga malahan, walau terbuat dari papan, sehingga memudahkan kami menikmati pemandangan dari sisi utara gunung, yang nampak dengan jelas sekali wilayah Kec, Galing hingga Kec, Sajingan Besar dari sini.

Rest Point 3

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.44 WIB, kami sudahi istirahat kami disini, dan melanjutkan perjalanan kembali untuk mencari air.

Video Taman Puncak Gunung.

Tidak sampai 20 meter melangkahkan kaki, keputusan tersulit kuhadapi, karena didepan adalah jalur turunan dengan kemiringan hampir 75 derajat dan berbatu-batu besar serta terjal.Mau patah balik, tidak mungkin, karena air benar-benar kosong, percuma kembali pikirku, jadi wajib turun, biar apapun yang terjadi, air adalah prioritas utama kali ini, begitu sampai ditebing, kuperingatkan semua anggota untuk extra hati-hati, juga tidak lupa untuk meninggalkan parang yang tidak bersarung, karena berbahaya.Selebihnya, biarkan video yang berbicara.

Video turunan 75 derajat

Semua dilakukan demi air, sumber kehidupan kata iklan merk Aqua, tetapi kali ini, sumber air so jauh, susah lagi..... :)

Satu hal yang pasti, aku merasa salut dengan mereka yang semuanya adalah pemula, tidak ada rasa takut, dan pastinya mereka memiliki semangat yang cukup tinggi, walau dihadang oleh terjalnya perjalanan dan berbagai hal lain, terutama minimnya pengalaman, tapi tidak menyurutkan semangat mereka, walau sedikitpun.

Video turunan terjal.


Hampir 40 menit kami menuruni bebatuan terjal,dan akhirnya aku mendengar teriakan slah satu anggota yang berlari ke atas sambil membawa sebotol air yg berhasil mereka temukan, dan mereka sengaja diutus utk jalan duluan mencari sumber air, tubuhku yg sudah lelah akhirnya mendapatkan tenaga baru untuk melanjutkan perjalanan mendekati sumber air, yang ternyata berada di dataran paling bawah, di kaki gunung.

Begitu aku sampai dibawah, ada sebuah pondok menyambut kami dan ada pemilik lahan yg kebetulan beristirahat setelah bekerja.Sambil istirahat, aku merebahkan tubuhku dikursi dan sambil sisa rombongan yg berjalan jauh dibelakang.

Pondok istirahat


30 menit kemudian, sisa rombongan pun berhasil turun dan menyantap air telaga yang sebenarnya tidak dijamin kualitasnya, karena haus mendera, permasalahan kebersihan dan kesehatan terabaikan.dan rombongan kuberikan waktu 1 jam untuk beristirahat sambil melanjutkan aktifitas masing-masing.

Tidak terasa, waktu sudah mendekati 1 jam, kuperintahkan semua anggota utk bersiap-siap mendaki kembali, perbekalan terutama air dan buah yg diberi oleh pemilik pondok dibawa dalam perjalanan, begitu tepat pukul 14.00 WIB, kami berpamitan dan kembali menuju rute semula, yaitu menanjak bebatuan terjal dan curam, pasti akan sangat sangat melelahkan pikirku, ntah apa apa yg ada dipikiran yang lain.Step up, langkah kakipun mulai menaiki salah satu batuan terjal, dan dimulailah kembali perjalanan yang sangat melelahkan, khususnya bagi perokok aktif.

Pohon yg sangat tinggi

Perkiraanku benar-benar tidak meleset sama sekali, baru kira-kira 20 meter pendakian, anggota yg lain sudah kelelahan, hampir seluruhnya, aku khawatir,karena tidak ada jalan lain, perbekalan utama yaitu air yg barusan diambil dari bawah, sudah habis duluan sebelum sampai ke tenda. Sambil melewati beberapa rombongan, khususnya bagi yg membawa air,aku kembali menekankan utk berhemat air, jangan dalam perjalanan pendakian ini, malah tidak ada hasilnya, air habis, capek dapat, tanpa hasil, yg berujung tidak ada jatah utk masak malam nanti.Setelah dipahami bersama, sambil berlari, aku kembali mendaki dan meninggalkan rombongan untuk segera mencapai akhir dari penderitaan perjalanan ini, dan beristirahat di puncak gunung.20 menit kemudian, aku berhasil menyelesaikan pendakian dan beristirahat di Rest Point 3 sambil menunggu rombongan datang satu persatu.
Rest Point 3

Sambil beristirahat, satu persatu anggota datang, dengan wajah kelelahan dan lesu, sambil memposisikan badan utk istirahat,dan menunggu anggota lainnya datang.Kira-kira 30 menit kemudian, semua anggota berhasil mencapai puncak.Waktu sudah menunjukkan pukul 15.10 WIB, 15 menit kemudian, perjalanan kembali ke base camp kami lanjutkan, sambil menelusuri jalur awal, tidak lupa sambil mencari Batu Tulis Sansekerta, yang diperkirakan keberadaannya tidak jauh dari titik rest point 3.

Kemudian kami menemukan jajaran batu yang cukup mencurigakan, karena dari segi bentuk dan tatakan, sepertinya disengaja diatur-atur sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah bentuk yg abstrak, dari situ kami memulai pencarian, setiap batu yg ada kami teliti dan gosok untk menemukan tulisan sansekerta tersebut, namun terjadi sesuatu diluar dugaan kami, salah satu anggota putra diserang oleh tawon hutan yg terkenal berbahaya.Bukan 1 ekor,tapi puluhan, karena anggota tsb menginjak sarangnya.Suasana benar-benar panik, semua kuperintahkan tiarap.Begitu tiarap, tawon-tawon sudah pergi, dan ada belasan ekor yg mati karena berhasil menyengat anggota tadi.

Dengan cepat kuperintahkan anggota lainnya utk membuat asap untuk mencegah tawon datang lagi, dan segera anggota lainnya merawat anggota yg tersengat, beruntung cuma 1 orang yg tersengat, namun kondisinya cukup parah.Dengan posisi kejadian dan base camp yg hampir 3 km, dan kondisi korban yg cukup mengkhawatirkan,ditambah lagi kurangnya obat-obatan, karena tertinggal di base camp, tandu darurat bukanlah opsi yg baik, karena rute yg dilalui adalah jalan hutan, hampir mustahil jika menggunakan tandu.

Beruntung dengan sisa kekuatan yg ada, aku nasihati korban utk memaksakan berjalan saja, karena selain menguras tenaga, menguras keringat, dan tentunya ikut menguras racun.Karena perjalanan yg 3 km aku yakin, pasti akan dapat ditempuh dgn cepat,karena obat utk perawatan adanya di base camp, dan juga waktu yg tidak memungkinkan utk bersakit-sakitan, karena waktu sudah mendekati pukul 17.00 WIB.Dengan sedikit berlari, 4 orang, termasuk aku dan korban berjalan cepat mendahului rombongan lain tanpa berhenti, sedangkan sisa rombongan menyusul perjalanan kami,karena tidak mampu mengejar lajunya langkah kaki kami demi mendapat obat biar racunnya tidak mencapai sirkulasi jantung yg tentunya sangat berbahaya.
Masak utk makan malam

Setengah jam kemudian, tepatnya pukul 17.33 WIB, perjalanan melelahkan dan sangat menguras tenaga, tanpa istirahat dan tanpa berhenti sama sekali akhirnya selesai, tanpa mengulur waktu, aku langsung meraih tas obat utk mencegah reaksi lanjutan dari bisa sengatan tawon, dan segera memberikannya.Begitu korban selesai meminum obat, korban langsung tumbang, kelelahan dan kesakitan,sambil menunggu reaksi obat,akhirnya korban tertidur. 15 menit kemudian, yaitu pukul 17.48 WIB, rombongan yg berada dibelakang akhirnya sampai, berbagai reaksi terlihat diwajah mereka, ada yg ketakutan, ada yg kelelahan, dan lain-lain, maklum saja, dengan kondisi lebatnya hutan dan suasana alam, pukul 17.48 sangat jauh berbeda dibanding didaerah pemukiman atau perkotaan, sangat sunyi sepi, gelap, diiringi dengan suara-suara aneh lagi, baik dari alam maupun "alam".

Perintah berikutnya adalah segera menyalakan api unggun utk mencegah hal-hal yg tidak diinginkan,sekaligus sebagai penerangan dan penghangat suasana malam.Tidak lupa utk memasak makan malam, karena seharian perjalanan tadi tidak ada makan siangnya, pastinya malam ini akan sangat lapar.Masing-masing sibuk dgn hal pribadinya, dan sebagian membantu memasak, sedangkan aku memulai kegiatanku sebagai seorang Entomologist, yaitu memasang perlengkapan entomologi utk mengumpulkan serangga dari golongan Coleoptera.Selesai memasang peralatan, terakhir adalah memasak jerat utk menagkap kancil, semoga saja ada hasilnya.

Jerat/ perangkap kancil

Malam pun menyapa, diawali dengan dinginnya hembusan udara pegunungan, ditambah lagi dengan minimnya pencahayaan serta suasana lingkungan yg sebenarnya membuat bulu kuduk berdiri, terutama setelah menempuh perjalanan tadi yg sangat luar biasa menurutku, cuma 1 hal yg dapat kami syukuri, yaitu ketersediaan air yg cukup utk mengakhiri perjalanan kami hingga pulang keesokan harinya.

Seiring dengan waktu yg terus berjalan, makan malam pun sudah siap, secara merata dan bersama-sama kami menyantap menu makan malam yg sederhana, tapi sangat nikmat karena kondisi yg sangat tepat ditambah lagi perut yg lapar, keroncongan.
Api unggun sebagai saran penerangan
Selesai makan, sebagian anggota sudah mulai masuk ke tenda dan sebagian lagi masih santai sambil menikmati udara pegunungan, dan kebetulan juga aku sedang bekerja pada waktu ini, jadi ramai juga anggota yg berada diluar karena belum mengantuk.Sangat berbeda sekali suasananya, karena di hutan, diatas gunung dengan ketinggian 400 m dpl, tidak ada hiburan yg berarti, kecuali bercerita dan saling berbagi pengalaman, terutama pengalaman tadi siang.Malam semakin larut, dan akhirnya akupun diserang kantuk, kuakhiri pekerjaanku dan aku pun masuk ketenda sebagai orang terakhir yg menutup heningnya malam ini, dan waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB.

Pagi menyapa, dan hampir semua anggota sudah bangun, ada yg memasak, berkemas, dan ada juga yg malas-malasan karena hari ini tidak ada kegiatan, dan merupakan hari terakhir kegiatan kami.Waktu menunjukkan pukul 06.00WIB, anggota putri memasak menu sarapan pagi utk bekal energi kami dalam menghadapi perjalanan pulang.Sembari itu, mereka ku instruksikan utk mengemas barang masing-masing, tidak lupa aku menyusul jerat kancil yg kupasang, semoga membuahkan hasil.Begitu sampai dilokasi jerat, nasib berkata lain, jeratku tak tersentuh, hmmm....mungkin bukan rejeki pikirku, ya sudah, kukemasi saja karena pagi ini akan pulang.
Pembongkaran tenda

Begitu aku kembali ke base camp, sarapan sudah siap, lalu kami sarapan, selesai sarapan, kuperintahkan utk membongkar tenda dan mengemaskan camp site, terutama dari sampah-sampah plastik, karena tidak baik bagi alam, harus dibakar, perintahku.Selesai semua dikemaskan dan dibersihkan, tidak lupa sisa api perapian dan unggun dimatikan, dengan cara menutupnya menggunakan tanah yg disiram dengan air, utk mencegah baranya menyala kembali sepeninggal kami dari camp site.
Sebelum pulang @camp site
Setelah semua selesai, dan lokasi dinyatakan aman, langkah kanan menuju arah pulang pun dimulai, tepatnya pada pukul 08.15 WIB, perjalanan mengakhiri kegiatan eksplorasi ini berkahir, dan bersyukur bagi kami, inilah rekor pertama yg kami peroleh sebagai organisasi pertama yg menapakkan kaki dan bermalam diatas gunung yg terkenal dengan cerita, legenda dan keangkerannya, dan alhamdulillah berhasil kami lalui dengan baik sekali......

See you soon Senujuh, dalam waktu dekat kami akan mendaki lagi, mencari cerita lain sebagai penambah keindahan pengalaman yg tidak bisa diraih dari tempat manapun, terutama dari sisi legenda dan mistisnya....
The Journey Ends....






This entry was posted on Sunday, March 16, 2014 and is filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

11 comments:

    Maxx said...

    Ditunggu kelanjutan ceritanya bang. Suka saya bacanya.

  1. ... on July 23, 2014 at 8:00 AM  
  2. Donny Ardalando said...

    Udah lkak ye nulisnye....
    Mantap dah pokoknye, ade mistisnye yg sengaje ndak ditulis

  3. ... on September 28, 2014 at 11:30 AM  
  4. Munandar said...

    Seru...... bos mun nak berpetualang ajak juaklah tamman HP 085245365019 alamat Vila Sejahtera IV Dalam Kaun

  5. ... on November 15, 2014 at 5:48 PM  
  6. Donny Ardalando said...

    rencane dalam bulan april mungkin nak naik agek,...

  7. ... on January 17, 2015 at 4:56 AM  
  8. sore said...

    Mun pegi agek, ajakek kamek i

  9. ... on August 6, 2015 at 6:10 AM  
  10. Radit Mananta said...

    good...... blogwalking wak.... visit juak blog kamek yo .... www.misterpangalayo.com (biak TVRI beh)

  11. ... on October 25, 2015 at 6:57 AM  
  12. Delyanet Karmoni said...

    Mun diajakek, ajakek kamek juak i :D

  13. ... on March 2, 2016 at 4:36 PM  
  14. Anonymous said...

    MantaV!! padahal dolok saye betaon2 krje daan jaoh dari kaki gunong,tp ndak suah msh mendaki keatas gunong.hehehe

  15. ... on October 29, 2017 at 7:01 PM  
  16. Dmrc said...

    Ceritakan lah kisah mistis nye bang

  17. ... on July 20, 2020 at 8:25 PM  
  18. Habibinam said...

    Ble kte pgi agek tok e.🤭😅

  19. ... on March 8, 2022 at 6:57 PM  
  20. Habibinam said...

    Kmek dapat karis dsie.

  21. ... on August 10, 2023 at 8:12 AM