Lihat River Flow Traveller di peta yang lebih besar

Tahun ini, kembali aku membuat sebuah gebrakan baru, yaitu sebuah kegiatan dalam bentuk traveling, namun dalam cita rasa yg tidak seperti biasanya.Travel kali ini terhitung santai, dan tidak menguras tenaga, karena hanya duduk-duduk santai didalam perahu motor yg disebut Bangkong di Sambas.

Awal ide ditemukannya kegiatan ini tidaklah lumrah, boleh dikatakan spontan tanpa perencanaan sama sekali, berawal dari iseng-iseng kumpul, lalu merasa jenuh dengan aktifitas yg ada, lalu di mulai pembicaraan ringan mengenai kegiatan yg akan dilaksanakan, dan akhirnya di sepakati utk kegiatan travel menjalani sungai, yaitu sungai Teberrau yg jarang dilalui masyarakat.
Perencanaan awal mengenai alat transportasi, menggunakan peralatan yg dimiliki oleh para anggota, namun fakta berbicara lain, untuk bangkong, tidak bisa dipergunakan karena masih baru, tidak diperbolehkan utk dibawa menggunakan mesin, takut cacat pada bodynya.Untuk mesin, hari minggu mau dipakai, ya sudahlah kupikir, cari upaya lain, yaitu penyewaan.

Beruntung di Sambas ada penyewaan bangkong plus mesin perahu tempel dengan kisaran budget Rp 300.000,.Masalah uang, tidak menjadi kendala, karena selain dari peserta ditarik biaya Rp 10.000,/orang, juga ada sedikit dana pelaksanaan fogging kemarin yg dilaksanakan oleh anggota SBH.Hasil kerja keras mereka disulap menjadi kegiatan travel, cukup sebanding pikirku utk melepas stress.

Para peserta yg ingin ikut di kehendaki untuk kumpul pada pukul 06.00 WIB, dengan pakaian Pramuka dan lapangan, namun yg namanya istilah jam karet tetap saja berlaku, sampai jam 06.50 WIB, peserta yg terakhir, yg sedari tadi ditunggu-tunggu akhirnya datang.Dan kamipun langsung menuju sungai tempat perahu bangkong bersandar.Tanpa basa-basi lagi semua peserta naik, dan mesinpun dihidupkan.

Peserta naik ke Bangkong

Perlahan tapi pasti sang juru mudi yg tidak lain adalah Ketua Dewan Kerja Saka, Saka Bakti Husada
Ranting Sambas menguasai mesin yg dipinjamkan, 15 PK merk SUZUKI dengan bekal bahan bakar bensin sebanyak 12 liter plus 5 liter untuk cadangan dan oli sebotol, beruntung dia cukup berpengalaman, kalau tidak, bisa-bisa perjalanan ini bisa terhambat karena kurang menguasai alat transport.

Berpose sambil menunggu kondektur naik

Perlahan kami mulai mendekati muare Ulakan, tepatnya  didepan Istana Alwatzikoebillah Sambas, lalu memasuki muara sungai Teberrau, yaitu tujuan perjalanan ini.Laju mesin dinaikkan, menyusuri sungai teberrau, melewati Dusun Kaum, lalu memasuki Desa Lubuk Dagang, hingga kepenghujungnya, begitu memasuki persimpangan muara sungai teberrau dan sungai lumbang, kami mengarahkan bangkong ke kiri untuk menelusuri sungai teberrau yg cukup panjang dan jarang dilalui kenderaan sungai itu.


Sang Kondektur

Sepanjang sungai ini, kami menikmati perjalanan sambil melihat-lihat lingkungan sungai yg sebagian besar berupa semak, pepohonan dan perkebunan ini, dan tidak lupa beberapa keindahan seperti anggrek liar, buah beraneka bentuk dan warna, pepohonan unik, hingga ke satwa unik seperti monyet, ular, kupu-kupu dan ikan.


Untuk selebihnya, bisa dilihat dari ekspresi foto-foto berikut;


dan selanjutnya ;


Tanpa terasa, ternyata kami sudah memasuki wilayah Semerante', yg merupakan pusat kota tua bersejarah yg pada dahulu kala, kira-kira tahun 1671M didirikan sebuah kerajaan Kesultanan Sambas pertama disini, rencananya nanti sepulang menyelusuri hulu sungai teberrau, kami akan singgah kesini untuk melakukan ziarah makam keturunan kerabat Kerajaan Brunei dan menelusuri jejak sejarah makam lainnya yg belum pernah diketahui oleh orang lain, terkecuali aku dan keluargaku sendiri.Untuk info lebih jelas tentang perjalanan ini, edisi Sejarah Sambas khususnya, bisa di baca DISINI.

Begitu melewati area Semerante', sedikit pemandangan yg kurang sedap membentang didepan mata, yaitu berdirinya bangunan sarang walet yg kokoh dan tinggi menjulang, sebanyak 4 buah, sudah dapat dipastikan, pemiliknya adalah para pengusaha keturunan Cina, karena dari segi bahan bangunan, nampak sekali mereka tidak tanggung-tanggung membuatnya.Yah sudahlah pikirku, mau digimanakan lagi, namanya juga resiko pembangunan.

Tidak jauh dari tempat tersebut, kami bergerak agak cepat, melalui beberapa kebun masyarakat, dan kemudian melihat aktifitas warga di sungai, dipastikan daerah ini pastinya memasuki sebuah perkampungan.Dan benar saja, sekitar 500 meter kemudian, kami memasuki perkampungan dan disambut oleh teriakan anak-anak kecil yg senang dengan kedatangan kami dan menyambut kami dengan senang dan gembira.

Gertak penghubung dusun Lubuk Lagak dari kejauhan

Ingin rasanya kami singgah sebentar, tapi mengingat perjalanan yg masih cukup jauh, sebaiknya ditunda saja, semoga nanti pulangnya bisa singgah sebentar sekedar bersilaturahmi dgn warga sekitar.Perkampungan mulai dilewati, lalu kembali kami memasuki areal sungai yg kiri kanannya hanya terdapat perpohonan khas daerah tersebut.Menelusuri aliran sambil melawan arus air sungai yg cukup deras menuju hulu sungai yg tidak ada yg pernah kesana sama sekali, kecuali aku, itupun sudah lama sekali, ketika usiaku sekitar 10 tahun.


Perjalanan semakin lama semakin seru, karena lingkungan sungai sudah mulai berubah, benar-benar alami, dengan pepohonan rindang menutupi sungai, layaknya sebuah terowongan alam dengan aliran air, namun cukup disayangkan, kondisi airnya sangatlah keruh akibat aktifitas tidak bertanggung jawab dari PETI ( Penambang Emas Tanpa Ijin ) yg sampai sekarang masih beraktifitas, tanpa tersentuh sama sekali oleh aparat yg katanya mengayomi masyarakat itu.


Terowongan Alam

Kekecewaanku tidak berbalas, hanya kekesalan sajalah yg dapat kuungkapkan, namun aku tidak bisa berbuat banyak, mereka yg duduk di Legislatif saja tidak bisa bersuara, apalagi aku yg hanya rakyat biasa, mimpi kali.....

Sentimen Manusia terhadap keindahan Alam

Yah, nikmati sajalah perjalanan ini pikirku, lagipun tujuannya kan utk rekreasi, kenapa harus diambil pusing.Pikiranku sejalan dengan para peserta, mereka sekarang mulai aktif menikmati alam yg serasa baru ini, dan hampir semua bergerak dari tempat duduk dan mencari tau akan keanekaragaman hayati yg ada disepanjang perjalanan ini.

 
Baru saja menikmati keindahan alam, kembali mata kami tertuju pada sesuatu yg menghadang perjalanan ini, yaitu sebuah tambang pasir illegal, yg beroperasi dgn cara menyedot pasir sungai, lalu diangkut menggunakan kenderaan truk utk dikomersilkan.Dapat dipastikan, kegiatan ini sudah berlangsung lama dan tidak diketahui oleh aparat, ataupun mungkin saja "pura-pura" tidak tau dgn cara menerima upeti tetap sebagai imbalan tutup mulut.Tetap saja tidak boleh menurutku, tapi yah, apa yg bisa aku lakukan, seperti tulisanku yg diatas, aku hanya bisa membiarkan kesalahan ini berlalu saja tanpa gubrisan berarti kecuali melalu tulisanku ini.

Pipa distribusi pasir melewati sungai

Berikut adalah beberapa foto yg berhasil aku abadikan sebagai bukti aktifitas mereka.

Peralatan berupa mesin sedot dan truk serta pondok hunian mereka

Perjalanan dilanjutkan kembali, menelusuri hulu sungai menuju suatu tempat yg belum pernah dilalui oleh kami, sedangkan aku sendiri saja sudah tidak ingat sama sekali dengan perbedaan kondisi sungai 20 tahun yg lalu dan sekarang.Bangkong mulai melaju meninggalkan tempat tambang pasir, menuju daerah yg semakin lama serasa semakin sempit, layaknya sebuah terowongan, yang semakin jauh semakin mengecil, floranya sangat memukau sekali, dan sempat diabadikan lewat foto-foto berikut.

Cherry Sungai

Buah hutan

 Yang ini bisa dimakan

Peserta menikmati buah hutan hasil petikan

Perjalanan sudah semakin jauh, tidak tau dimana keberadaan kami, tapi satu hal yg pasti, ini waktunya untuk istirahat, makan siang, karena kami membawa bekal masing-masing.Dan waku sudah menunjukkan pukul 09.40 WIB.

 Istirahat siang

Selesai istirahat siang, perjalanan kami lanjutkan kembali menelusuri hulu sungai, dengan tanpa tujuan arah sama sekali, semakin lama perjalanan semakin sulit dan banyak rintangan, karena sungainya semakin mengecil, sedangkan perahu bangkong yg kami gunakan cukup besar untuk ukuran sungai tersebut, sang juru mudi mulai kewalahan mengendalikan bangkong dan sering kali menabrak kayu ataupun ranting, sehingga menimbulkan keceriaan tersendiri bagi peserta yg tidak henti-hentinya berteriak karena sempitnya jalur sungai dan banyaknya kelokan alur yg membuat bangkong kami sulit dikendarai.

Akhirnya kami melewati pertigaan muara sungai Perian dan Teberrau, yg aku masih ingat sampai sekarang, karena waktu aku kecil dulu pernah memasuki sungai Perian untuk menuju kebun, kuperintahkan sang juru mudi utk mengarahkan bangkong menuju ke sungai teberrau disebelah kanan, dengan sedikit komplain darinya, namun tetap saja dilanjutkan utk menambah seru perjalanan.

Dan benar saja, perjalanan berikut yg merupakan pertama bagiku hanya dapat menempuh jarak sekitar 1km, setelah itu sang juru mudi memutuskan untuk berpaling arah, memutar bangkong balik menuju arah semula, karena sudah sangat sulit baginya untuk mengendalikan bangkong disungai sempit, deras, berliku-liku dan berat ini.

Perjalanan pulang ternyata sangatlah seru, teriakan histeris peserta karena kegirangan membahana ditengah-tengah hutan, tak terkecuali diriku yg membantu juru mudi utk mengendalikan bangkong dari atas atap, utk menghindari tabrakan dgn kayu besar.Derasnya air, disertai sempitnya jalur sungai dan lajunya bangkong meluncur membuat suasana menjadi hidup, sebuah petualangan yg belum pernah kami rasakan sebelumnya, ternyata dapat kami reguk disini, sehingga akhirnya kami berhasil melalui semua alur sempit dan berliku-liku tersebut hingga kelubuk sungai yg lebih besar dan tenang.

 
Pergerakan bangkong mulai melaju, menuju hilir sungai teberrau, melewati tempat-tempat yg sudah kami lewati dan singgahi tadi, dan segera menuju perkampungan yg tadinya kami lewati, utk singgah sekedar membeli minuman sekaligus bersilaturhami, eh, berdasarkan penuturan peserta, mereka malah disuguhi kue lebaran dan bertamu layaknya lebaran biasanya.Selesai lebaran, mereka berpamitan, dan perjalananpun dilanjutkan kembali dengan meninggalkan dusun Lubuk Lagak, menuju kompleks makam Brunei dan makam yg tidak diketahui yg sudah aku ceritakan tadinya.

Dekat Pasar Sambas

Selesai mengunjungi kedua makam tersebut, kamipun kembali keperadaban kota, memasuki perumahan dan akhirnya menyusuri sungai hingga menuju kepasar, yg rencananya akan kami lanjutkan hingga melewati jembatan Rambi, lalu putar balik lagi dan kembali ke tempat finish, yaitu di Water Front Sambas.Kegiatan ditutup dengan acara makan-makan disalah satu rumah anggota yg kebetulan ada pengajian dirumahnya, lumayan rejeki, setelah capek-capek melakukan perjalanan, dan perutpun serasa lapar, disuguhi makanan, pasti kuat makan kesemuanya, he, he..( tanpa terkecuali pastinya )

Hasil dari kegiatan sehari ini, pastinya keakraban muncul diantara anggota dan calon anggota, buktinya mereka banyak membaur dan bercanda dengan kesemuanya, tanpa pandang status, dan itulah harapan dari tujuan utamaku mengadakan kegiatan ini, semoga bisa berlanjut dikegiatan lainnya.


This entry was posted on Monday, November 21, 2011 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

2 comments:

    ryan scream said...

    wuiihhh.......asik tuh maok ikut rasenye.....kak don desember ini kemana..??? selindung agik ke???? hehehehehe

  1. ... on June 1, 2012 at 12:49 AM  
  2. Donny Ardalando said...

    dah selesai dah yan...mane kau tok

  3. ... on January 11, 2013 at 10:31 PM