......................................................................................"PENASARAN"
Itulah kata-kata yang tepat sebagai alasan aku kembali lagi ke gunung keramat itu.Berdasarkan kisah pendakian tahun lalu, pada NATURE TREKKING II @ SENUJUH, masih ada pertanyaan yang menyangkut dan butuh revealing agar batin ku puas dengan jawaban melalui eksplorasi pengalaman.Walau disebalik semua kisah itu, rasa rindu akan keindahan alam lah yang paling mendera, seiring dengan irama pergerakan mesin yang membabat habis hutan tropis demi minyak, yang semua itu kembali kepada kita sebagai pemakai produk palma.

KATANYA "SENUJUH TAK TERSENTUH", tapi faktanya, sudah mulai terjadi pengrusakan, walau kali ini, sebagai dalih adalah dapur biar tetap mengebul, namun hukum tidak bisa berbuat banyak, karena hukum benar-benar tidak bisa berbuat banyak, disini..........

Sultan M Tsyafiudin II, kaitan beliau dan Gunung Senujuh

KATA"SENUJUH" pulalah yang sampai sekarang masih menjadi misteri, khususnya tentang Sejarah Sambas. Banyak yang tidak tau akan makna tersebut, dan bahkan tidak tertulis di sumber sejarah manapun tentang maknanya.Berbagai cara kucoba untuk mengeruk informasinya baik berdasarkan sumber lisan, tertulis maupun sumber "lainnya", tetap saja tidak ada yang bisa memuaskan hasratku akan informasi sejarah yang legitimate, kebanyakan hanyalah berupa hikayat, cerita rakyat, maupun dongeng sebagai pengantar tidur anak kecil masa lalu.  Hal ini dimaklumi mengingat pola pikir, dan budaya kita serta pendidikan yang boleh dikatakan, tidak merata. Dimasa lalu, pendidikan adalah hal yang kesekian, setelah pangan dan papan ( padahal sampai sekarang pun masih ).

Banyak yang tidak tau juga, kalau gunung ini merupakan salah satu panduan arah atau Land Mark pada masa lalu. Rata-rata wilayah Sambas merupakan dataran rendah dan menengah, yang sebelum abad ke 19 lalu memanfaatkan perairan sungai sebagai sarana transportasi utama untuk  akses menuju kedaerah-daerah maupun perkampungan lainnya yang keberadaannya disepanjang area sungai.Diambil contoh seperti Kerajaan Ratu Sepudak, yang berada di sungai Kota Lama, Kota Lama, Galing, menggunakan Gunung Senujuh sebagai patokan arah, karena dekatnya posisi gunung dengan kerajaan mereka, yaitu sekitar 4 km saja kearah Barat Laut dari gunung, sehingga memudahkan masyarakatnya yang ingin menuju kearah Kota Lama dari berbagai penjuru semisal dari Kampung Gurah, Sagu, Sijang, maupun dari Kota Sambas ke Kota Lama atau sebaliknya.Dan bahkan, gunung Senujuh merupakan titik arah utama pusat pemerintahan Kerajaan Hindu Sambas sebelum abad ke 16 lalu.

Berdasarkan opini dan pemikiranku secara pribadi, beginilah asal usul nama gunung Senujuh diperoleh, karena gunung ini dijadikan sebagai patokan arah, dan dari beberapa sungai yang pernah kulalui, semua menunjukkan bentuk gunung yang berbeda-beda, saking banyaknya perbedaan bentuk tersebut, setelah ku data dan hitung, terdapat 7 ( tujuh ) macam bentuk gunung yang berbeda-beda tapi berasal dari gunung yang sama, yaitu Senujuh ( dalam Bahasa Sambas artinya sekelompok benda dengan jumlah 7 buah dan berasal dari 1 benda yang sama ).

Berikut ketujuh arah panduan yang menjadi patokan tesisku ( gunung sebagai patokan arah ):
  1. Perairan sungai di wilayah Galing, merupakan sisi Utara Barat Laut, khususnya dari wilayah Batu Betarup, Daup, Tempapan, dan desa lainnya.
  2. Perairan Sungai di wilayah Sijang, tepat menghadap ke Utara,  mencakup wilayah pedesaan Sagu, Gurah, Aur, Sijang dan perkampungan hulu suku Dayak Badameah.
  3. Perairan Sungai Sekura, sekarang menjadi kota Sekura, berada pada posisi Barat Barat Laut, dan sebagai akses utama dan penunjuk arah untuk masyarakat pada jaman dulu baik hendak menuju maupun meninggalkan Kerajaan Kota Lama menuju lautan ataupun Kota lainnya seperti Kota Sambas jaman dahulu.
  4. Perairan Sungai Sambas Besar, sekarang menjadi wilayah terusan sungai Kartiasa, sebagai akses utama menuju wilayah timur.Berada pada posisi Barat Barat Daya.Melewati Kota Raja ( Sejangkung ), Sendoyan, Semakuan, hingga ke wilayah Timur dan hulu sungai hingga ke perkampungan Suku Dayak.
  5. Perairan Sungai Sanggau Ledo, berada pada posisi Tenggara.Merupakan akses utama untuk masyarakat dari dan hendak menuju ke Sambas ke Sanggau Ledo, hingga ke hulu sungai dan berakhir diperkampungan Suku Dayak.
  6. Perairan Sungai Sambas Kecil, berada pada posisi Barat Daya.Merupakan akses utama bagi masyarakat dari dan hendak menuju Kota Sambas menuju ke arah Benua Sajad ( Kecamatan Sajad ) seperti kampung Bantilan, Jambu, Tengguli, dan lainnya, hingga ke hulu sungai yang berubah arah secara drastis, namun masih di aliran sungai yang sama, ketika hendak menuju ke daerah Sabung, khususnya ke perkebunan Kesultanan Sambas di seputar Kampung Jambu masa kini, mengarah ke Selatan dari Gunung Senujuh.
  7. Perairan Sungai Teberau, berada pada posisi Selatan Barat Daya.Merupakan akses utama bagi masyarakat jaman dulu yang hendak menuju ke Istana Kesultanan Sambas pertama, di daerah Lubuk Madung, dimasa pemerintahan Kesultanan Sulaiman, Kesultanan Sambas Islam pertama kali di bumi Sambas, sebelum pindah ke areal istana yang sekarang.
Berdasarkan ketujuh arah pemetaan ( pointing ) diatas, nama gunung yang selalu tampak dari ketujuh perairan tersebutlah, maka nama gunung tersebut disebut dengan Senujuh.Kemudian, ada yang mungkin bertanya, bagaimana dengan wilayah lain semisal perairan sungai Selakau, dan sebagainya, kenapa tidak termasuk dalam penjabaran diatas, jawabnya sederhana, karena gunung senujuh yang hanya memiliki ketinggian 400 m dpl, tidak bisa dilihat dari jarak yang jauh seperti Kota Selakau sekarang.

Selain sebagai land mark atau penunjuk arah, gunung Senujuh juga merupakan tempat yang tepat untuk melakukan pemetaan, khususnya tata perairan.Banyak Terusan yang sengaja dibuat pada masa pemerintahan Sultan M Tsyafiudin ditinjau dari sini, karena posisinya yang lebih tinggi ketimbang daerah lain.Sebut saja Terusan penghubung antara sungai Sambas Kecil dan sungai Sambas Besar, yang sekarang disebut dengan Kampung Turusan,  ataupun Turusan sungai Sajingan Kecil, keduanya menggunakan dan memanfaatkan ketinggian gunung Senujuh untuk melihat proyeksi nyata dari gambaran proyek penggalian manual pada masa lalu, serta berbagai Terusan lainnya seperti Terusan Kartiasa, kanal Parit Raja, dan lain-lain, merupakan sebuah peningkatan teknik engineering masa lalu dengan memanfaatkan alam sebagai sarana.

Terakhir, gunung Senujuh merupakan tempat yang sering dikunjungi pihak Kesultanan dan Kerabatnya sebagai tempat rekreasi maupun istirahat dari perjalanan jauh sehingga dibangun pemukiman tinggal disekitar gunung, tepat di bawah kaki gunung disisi utara adalah kampung Sajingan Kecil, yang melalui sungainya merupakan akses utama bagi suku Dayak Badameah untuk turun ke kota melakukan barter hasil bumi di kampung ini.Karena kehidupan ekonomi berkembang disini, secara tidak langsung, aktifitas meningkat seiring dengan betambahnya penghuni dan ditunjuknya ketua kampung sebagai penyelenggara pemerintahan.Selain itu, di gunung juga ditanam pohon durian yang sangat banyak, hingga sekarang ini, pohon tersebut masih berdiri kokoh, tetap berbuah dengan rasa buah yang khas, sehingga masyarakat setempat menyebutnya "Durian Raja", disebut demikian, karena ditanam pada masa Kesultanan dahulu kala, berbuah banyak, umur panjang, buahnya bagus dan rasa yang khas, sehingga untuk mencicipinya memerlukan upaya yang tidak sedikit, minimal harus melakukan pendakian untuk memperolehnya.

Demikian sepenggal cerita yang berhasil kususun setelah 2 kali berkunjung dan menginap dipuncak gunung Senujuh.Walaupun masih ada hal lain yang masih belum terungkap seperti batu tulis, karena pengrusakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, dan juga beberapa cerita lainnya, yang menurutku belum bisa ditulis karena informasi yang didapat masih sangat minim.

OK, kembali ke inti cerita................................................
Setelah kegiatan tahun lalu, kabar akan kegiatan kami ini terdengar oleh berbagai kalangan, mulai dari perorangan, hingga ke organisasi.Lalu terdengar kabar ajakan dari organisasi SISPALA ( Siswa Pencinta Alam ) yang bermarkas di SMAN 1 Sambas, untuk mendaki gunung ini tahun depan, yaitu pada tahun 2015. Karena belum punya rencana positif, tanggapan datar kuberikan karena tidak mungkin mengiyakan untuk sesuatu yang masih lama dan belum pasti.

Mendekati bulan November, tahun 2014, barulah niat mereka ku sepakati untuk ditindaklanjuti dengan rencana, yang semoga saja, rencana tersebut dapat terealisasi pada tahun 2015.Begitu memasuki tahun 2015, sudah mulai terjadi komunikasi antar organisasi, walau hanya sekedar penyampaian kabar karne tentunya, mencocokkan jadwal adalah hal yang paling pokok sebelum semua dilanjutkan.

Mendengar kabar akan adanya Ujian Sekolah yang liburnya sekitar semingguan, digelar pertemuan resmi antar 2 organisasi, di salah satu kantin di DK di area Geratak Sabbo' yang baru, sore hari.Pertemuan sekaligus penyatuan maksud dan tujuan hingga menentukan hari dan tanggal serta hal-hal teknis lainnya, yang intinya semua adalah syarat untuk mendaki ke sana.

"16-18 MARET 2015"
Tanggal sudah didapat, semua perihal teknis hingga non teknis dibahas semua tanpa sedikitpun terlupakan, termasuk perihal pantang larang digunung, juga ikut dibicarakan sampai tuntas.Hari penentuan adalah tanggal 15 Maret 2015, segala persiapan disiapkan pada hari ini, berbagai hal hingga masalah kecil pun diingatkan dan terus diingatkan, agar tidak menjadi masalah kemudian hari, khususnya masalah air, yang merupakan petaka bagi para pendaki jika tidak siap dengan masalah satu ini.Pertemuan terakhir meliputi persyaratan dan pembenahan barang bawaan, tenda hingga masalah dapur atau ransum untuk ke gunung, tidak lupa masalah transport juga dibahas abis-abisan.

Begitu clear, kembali kepada diriku lagi, karena nampaknya, perlengkapan pendakianku lah yang paling banyak, karena beberapa kegiatan yang akan ku lakukan, khususnya yang berkaitan dengan pekerjaanku, yaitu Entomology.Tas Carrier 70 liter turun, Water bladder, refill hingga 2 liter, Hammock multi fungsi ikut nimbrung, dan tidak lupa sleeping bag, walau tidak berguna bagiku, mungkin bermanfaat bagi anggota lainnya yang memang tidak memiliki kelengkapan seperti milikku, ikut kubawa, yah,.. minimal untuk bantal lah kalau nggak ada yang butuh.

Selesai packing, masalah muncul lagi, yaitu kenderaan offroad, motor trail yang sengaja kumodifikasi untuk lintas alam, mengalami kerusakan, dan kali ini cukup berat, rantai beserta gear setnya rusak, mana sudah sore lagi, waktu benar-benar tidak bersahabat, sempat terpikir untuk menggunakan motor biasa, tapi aku khawatir jalan yang akan ditempuh tidak layak, ya udah, motor ku bongkar, buka roda belakang, dengan cara dilepas, lalu melepas gear sproket yang rusak, beruntung aku punya stok dibengkel pribadiku, tinggal lepas dan ganti, beres untuk gear sproket.

Selesai masalah sproket, giliran rantai yang rusak, harus dilepas, karena rantai motorku termasuk panjang,tidak tersedia di pasaran, opsi utama adalah menyambung, dan kembali lagi keberuntungan memihakku, karena stok rantai juga aku udah punya,tinggal potong, lalu setting, ukur dan sambung, jam 19.00 WIB urusan beres-beres motor kelar, tingggal test ride dulu ke Sungai Pinang sekaligus ke Pertamina untuk isi bensin hingga penuh.

Motor dinyalakan, langsung tancap gas, Alhamdulillah, tidak ada masalah lagi, hingga aku berhasil tancap gas ke arah Sungai Pinang yang cukup jauh dari rumahku.Setelah sampai ke Pertamina dan isi bensin, aku kembali kerumah untuk mengemas semua kelengkapan lainnya yang belum lengkap tadi sore.

Sesuai perkiraan, dan emang sudah menjadi sifat asliku, sibuk ketika berada pada H-1.Setelah mengemas perlengkapan umum, perlengkapan khusus lalu di cek ulang dan dikemas, masuk  ke dalam tas Carrier. Hampir semua perlengkapan Entomolgy sudah clear dikemas dan packing, berikut perlengkapan lampunya.Dilanjut dengan perlengkapan lampu untuk penerangan, dicoba dan ditest berkali-kali supaya tidak terjadi kesalahan begitu sampai di puncak gunung Senujuh nantinya.Selesai lampu, terakhir adalah menyiapkan perlengkapan charger hp dan unit audio portabel hasil rakitanku sendiri.Tidak kusangka, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 02.30 dini hari, pantas saja terasa sunyi senyap seluruhnya. Namun, kupikir tanggung untuk berhenti sebelum semua perlengkapan selesai dikemas dan di packing.Tepat jam 04.00 WIB subuh, semua selesai dikemas hingga ke pakaian yang akan dikenakan berikut asesoris dan lain-lain, kepalaku kurebahkan dibantal, matikan nyala lampu, tidur adalah solusi, biar 1 jam, yang penting berkualitas.

Tempat Start

Jam 05.30 WIB, pada tanggal 16 Maret 2015, mata kubuka sebelum alarm berbunyi, dengan sedikit bergegas aku cuci muka dan ganti pakaian pendaki, lalu mengeluarkan motor ke jalan raya seraya menyalakannya.Selesai motor menyala, aku kembali meraih kaos kaki dan sepatu khusus untuk mendaki, lalu membawa perlengkapan dan tas Carrier keluar rumah, langsung tancap gas menuju ke tempat start yang berada di salah satu rumah peserta, tepatnya di depan SMPN 1 Sambas.

Jam 05.50 WIB, aku sampai ditempat bertemu sekaligus start, hanya ada beberapa anggota yang hadir, sambil menunggu, kulepas tas bawaanku, dan segera aku menuju tempat favorit untuk sarapan, namun nasib berkata lain, tempatnya tutup, tidak jualan.Mau tidak mau aku kembali lagi, ntar nitip aja buat sarapan dan bekal untuk ke gunung.
Rute Sajad

Sesuai kesepakatan, Jam 07.00WIB pagi adalah waktu keberangkatan, sambil menunggu semua peserta datang, toleransi 15 menit kuberikan sekaligus menghindari masalah lalu lintas, yang mana pada jam sibuk biasanya banyak penjagaan oleh polisi lalu lintas, khususnya didaerah persimpangan dan depan sekolah.Hal itu dipilih mengingat ramai juga peserta yang tidak membawa helm, termasuk diriku.Begitu semua hadir, tepat puku 07.15WIB, rombongan memulai keberangkatan dengan motorku sebagai leader ditancap menuju jalan arah Sajad, karena faktor suasana dan beberapa pertimbangan, khusunya view gunung Senujuh yang tampak dari sisi manapun jika melalui rute ini.

Rest Point
Setiap perjalanan pasti mengalami kendala, dan kali ini terjadi kebocoran ban begitu melewati area perkampungan, di Mensemat, kenderaan salah satu peserta mengalami kebocoran, beruntung mereka membawa perlengkapan yang cukup banyak, termasuk perlengkapan bengkel.Dengan begitu, perjalanan dihentikan, sambil aku tancap gas menyusul rombongan depan yang sudah jalan duluan tanpa mengetahui ada rombongan yang terhenti akibat kerusakan motor.

Berhasil disusul, mereka dihentikan sementara sambil menunggu rombongan yang sedang memperbaiki motor di belakang.Diwaktu istirahat tersebut, aku melanjutkan perjalanan sebentar ke wilayah yang menjadi langgananku untuk memantau habitat serangga endemik wilayah Desa Kuayan yang tiap tahun sering kusambangi untuk pendataan dan penangkapan.Begitu selesai, aku kembali lagi kerombongan sambil menunggu yang lain datang.

Beberapa menit kemudian, rombongan akhirnya kumpul kembali, dengan begitu, perjalanan bia dilanjutkan tanpa kendala.Selanjutnya, Desa Segerunding menjadi tujuan akses untuk menuju gunung Senujuh, sesampai di Segerunding, aku berhenti sebentar untuk membeli perlengkapan yang kurang diwarung, sedangkan rombongan sudah memacu kenderaannya menuju perkampungan Turusan.Selesai belanja, aku kembali menyusul mereka hingga ke Kampung Turusan, dan mereka berhenti ujung kampung, tepatnya diperhentian tempat menunggu transpoertasi air.

Selesai istirahat dan berfoto, perjalanan kami lanjutkan memasuki Kampung Pulau Peranggi, sepanjang 5KM kampung ini kami lalui, dan seperti biasa, aku lebih menyenangi di posisi paling belakang alias sweeper, dengan berada dibarisan paling belakang,bukan berarti aku lambat, tapi lebih ketanggung jawab, misalkan ada yang tercecer atau tertinggal, tugasku untuk mengamankannya sembari menebar senyum kepada warga yang keheranan dengan rombongan kami yang sangat ramai melalui kampung mereka.

Dan, akhirnya aku berhenti disalah satu warung untuk membeli air kemasan sebagai cadangan untuk pendakian, sekaligus memberikan penjelasan kepada warga yang keheranan, dan kupikir, untuk lanjut ikut rombonganpun, pas dipenyeberangan, nggak mungkin bisa nyeberang sekaligus, pasti gantian. Ku turunkan tas carrier ku, lalu aku menunjuk air kemasan 1,5 liter, lalu kumasukkan ke dalam compartment khusus tas Carrier ku.Sembari mengemas, perbincangan tidak terelakan dari warga yang penasaran, setelah kuutarakan niat kami, mereka rata-rata kaget, lalu kujelaskan ini bukanlah yang pertama kalinya, lalu mereka bisa memahami situasinya.

Selesai berbincang-bincang, dan beberapa pesan serta nasihat dari warga, kembali tas carrier kunaikkan kepunggungku dan segera melanjutkan perjalanan menuju ke penyeberangan.Disana, rombongan pertama sudah nyeberang, tinggal kami, beberapa buah kenderaan yang belum naik ke moda penyeberangan desa, untuk mencapai sisi seberang, yaitu Desa Sendoyan.

Moda penyeberangan menghampiri, segera rombongan kami satu persatu menaikkan kenderaan mereka di penyeberangan sungai.Selesai, perjalanan meyeberangi sungai berlangsung dalam hitungan menit dan akhirnya sampai di sisi seberang. Kunci kontak On, nyalakan motor, tancap gas untuk naik ke daratan Desa Sendoyan.Selesai membayar ongkos, rombongan kupimpin untuk melalui jalan kampung menuju kampung Mak Lebar, di dekat kaki gunung Senujuh.

Dipersimpangan kampung Mak Lebar kami berhenti, sambil berbincang-bicang dengan warga yang kebetulan lalu lalang, disini kami rencananya bertemu dengan rombongan dari Galing.Perkiraan kami, mereka datang lebih awal, karena lebih dekat daripada kami, ternyata mereka datang telat, hampir 30 menit kami menunggu, akhirnya mereka muncul, menambah jumlah peserta pendakian, hingga 33 orang secara total.

Rencana awal, pendakian di mulai dari kampung Mak Lebar, dengan pertimbangan pilihan Camp Site di pohon durian RAJA, yang mana posisinya lebih mudah diakses dari arah  barat/ Mak Lebar ketimbang dari timur/ Sajingan Kecil.Kenapa dipilih di area pohon durian RAJA, karena tempatnya sangat luas, mengingat jumlah peserta yang 33 orang, takutnya di camp site lama nggak muat.Namun rencana tidak berjalan sesuai keinginan, bukan masalah akses menuju lereng pendakian, tetapi air bersih. Dari arah Mak Lebar, air bersih susah didapat, namun tidak sulit jika melalui jalur timur di Sajingan Kecil. Karena yang mengetahui medan cuma aku, lalu kuutarakan niat ku untuk merubah rute ke rombongan, dan diamini oleh semua.Tanpa basa-basi lagi, perjalanan dilanjutkan menuju kampung Sajingan Kecil.Motor ku tancap menuju lokasi sambil diikuti rombongan lainnya, dan waktu sudah menunjukkan pukul 09.30 WIB, cukup panas untuk awal perjalanan off road.

Sambil melalui jalan setapak rabat beton, sesekali kepalaku menoleh ke sisi gunung, tampak dari kejauhan betapa angkuhnya warna hijau bermahkotakan dedaunan tinggi menyambut lalu lalang perarakan awan, disitu aku mulai berpikir, pasti perjalanan kami tidak akan semudah seperti kelihatannya. Tanpa kusadari, persimpangan ke arah kampung Sajingan sudah tampak, lalu aku berbelok ke jalan setapak yang kondisi jalannya sangat jelek, sempat terpikir olehku, bagaimana nantinya nasib peserta yang belum berpengalaman, melalui jalan jelek seperti ini, semoga lancar tanpa hambatan pikirku.

Kuhentikan deru mesin kenderaanku, sambil melambai dan menghentikan rombongan sembari mengarahkan tujuan yang harus mereka lalui.Nampak jelas wajah risau terpancar, karena rute yang kutunjuk adalah jalan yang kondisinya buruk.Tidak tau dengan ujungnya nanti,apakah akan lebih baik atau malah lebih buruk.
Begitu semua rombongan sudah lewat, kususul mereka, banyak yg berhenti sambil mendorong motor yang tersangkut karena lumpur dan tanah becek.Dan benar saja dugaanku,banyak yang mulai mengeluh dengan kondisi jalan.Namun dengan sedikit upaya paksa, mereka tetap melanjutkan perjalanan menyusuri rute yang berat ini.
Tidak lama kemudian, perkampungan kecil nampak diujung kebun, ada beberapa rumah kebun disitu, namun sepertinya hanya ada 2 buah rumah saja yang berpenghuni,selebihnya kosong.Karena biasanya mereka kesini hanya pada musim-musim tertentu,seperti musim buah atau musim panas, karena pada musim itu,mereka bisa berkerja.
Kusapa beberapa penghuni dengan lambaian dan senyuman, dan lambaian balik kuterima dari mereka sebagai bentuk sambutan hangat pastinya.Namun, diujung senyuman tersebut, perjalanan kami disambut dengan jalan yang kondisinya sangat buruk, becek, basah dan berlumpur dengan jarak yang lumayan panjang.Sedangkan kebanyakan kenderaan motor yang ada berjenis motor matic dan motor biasa, bukan jenis khusus atau motor laki.

Daya dan upaya sudah dipaksakan, pastinya hasil keringat yang didapat, namun, perjalanan tetap saja terhambat.Ku ambil keputusan untuk menghentikan kenderaan lalu menyuruh kenderaan yang tidak bisa lewat untuk parkir di semak-semak, karena hampir semua tidak bisa lewat kecuali motorku dan beberapa motor lainnya yang berhasil lolos.
Keputusanku diterima oleh peserta, dan mereka segera memarkirkan motor mereka sembari mengemas ulang barang bawaan untuk melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki.Selesai repacking, perjalanan pun dimulai, dengan melangkahkan kaki sepanjang jalan tanah yang becek.

Perjalananan yang ditempuh tidak terlalu jauh, sekitar 7KM, namun, karena disiang hari yang terik begini, kondisi fisik mereka tetap akan terusik oleh panas dan tentunya akan merubah skenario perjalanan, semoga, sebelum jam 13.00WIB , semua peserta sudah datang ke Kampung Sajingan Kecil, pikirku.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB, sebagian peserta sudah mulai berdatangan, ada yang berjalan kaki, ada yang dijemput menggunakan motor yang berhasil lolos.Sembari menunggu peserta datang semuanya, kuperintahkan untuk mengecek semua barang bawaan dan juga melepas aki motor yang masih bagus, nantinya digunakan sebagai sumber penerangan di atas gunung.
Tidak lama kemudian, azhan pun berkumandang, menandakan sudah masuk waktu sembahyang Zuhur, dan keberadaan kampung Sajingan kecil tidak jauh lagi.Sebagian sudah tidak sabar untuk ke sana, namun kucegah demi menjaga solidaritas.
Begitu semua peserta datang, perlahan mereka bergerak menuju kampung Sajingan
Kecil sesuai dengan perintahku.Disana, kembali mempersiapkan perbekalan yang habis dan makan siang sambil mengurus ijin ke ketua kampung.

Rencananya, jam 13.00WIB, rombongan sudah harus naik ke gunung, karena rute yang akan ditempuh lumayan berat bagi pemula, apalagi hampir semua pesertanya tidak pernah naik ke gunung Senujuh.

On Proggress.......... ( main story )





Gunung Senujuh, sebuah gunung yang penuh cerita, terutama cerita rakyat yang berkembang dimasyarakat pedesaan diwilayah pemerintahan Kesultanan Sambas, yang sekarang berada diwilayah pemerintahan Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas.

Hampir semua orang, khususnya diwilayah Sambas mengetahui akan nilai eksotis dari gunung tersebut yang masuk dalam kategori hutan lindung.Walau terdapat perusakan oleh warga disana sini seperti penambangan liar terhadap galiannya, dan penebangan liar terhadap pepohonannya, namun tetap saja, keangkuhan Senujuh terasa memukau siapa saja, dan terkesima apabila mendekatinya.

Sejak jaman dahulu kala, gunung Senujuh digunakan oleh masyarakat Sambas sebagai panduan arah dalam perjalanan, terutama perjalanan sungai, yang menjadi sarana satu-satunya tempo dulu.Bahkan sejak dari jaman budaya Hindu, sebelum agama Islam berkembang di wilayah Sambas yang sekarang, gunung Senujuh sudah dijadikan tempat tujuan budaya bagi mereka, karena tidak jauh dari gunung ini, bekas kota lama berada, yang notabene menganut agama Hindu.

Dan juga, gunung inilah, yang sampai sekarang masih menyimpan misteri tertentu, apalagi yang berkaitan dengan dunia ghaib, karena pada zaman Kesultanan Sambas, gunung ini merupakan salah satu tempat favorit Sultan Sambas, yaitu Sultan Tsyafiudin II, sebagai basis utama untuk menuju hulu sungai Sambas, tempat peristirahatan, kebun, dan juga sebagai tolok ukur pembuatan Turusan yg menghubungkan sungai Sambas kecil dan sungai Sambas Besar, dan juga Turusan Sajingan Kecil.

 Berangkat dari cerita sejarah itulah, aku pribadi merasa tertantang untuk bermalam dalam bentuk camping kesana, walau pada tahun 2003 dulu sudah pernah, tapi nggak dipuncaknya, dan gangguan "makhluk halus" sangat tinggi, sehingga rencana kegiatan yg 1 minggu,berubah menjadi 5 hari 4 malam.Sungguh suatu pengalaman yg sangat hebat bagiku, namun karena mental ku yg kurang siap pada waktu itu, ku akui aku kalah terhadap "mereka".

Bertahun-tahun berikutnya, kembali aku bertekad untuk menaklukkannya, kali ini tidak dibawah, tapi dipuncak gunung tersebut, disumber "pusat energi" yang sudah dinyatakan "tabu" untuk di jadikan lokasi camping, karena alasan itulah, tekad ku kembali, dan pastinya nyali semakin bertambah.

Pada tanggal 2 Maret 2014, aku dan 4 anggota dari Saka Bakti Husada Ranting Sambas, yang terdiri dari 3 orang, 2 putri dan 1 putra dari angkatan XIX, dan 1 dari angkatan ke XVII.Kemudian 12 anggota Saka Bakti Husada Ranting Sajad, yang terdiri dari 6 putri, dan 10 putra, berasal dari angkatan ke III dan ke IV, yang rata-rata berusia anak sekolah setingkat SLTA, menuju ke gunung tersebut, dengan rute yang kami pilih, masing-masing.Kami menggunakan kenderaan bermotor, berjumlah 3 buah, sedangkan dari Ranting Sajad menggunakan perahu motor, yang bisa memuat cukup ramai orang dan barang, titik pertemuan kami adalah disungai Turusan yg berada didekat gunung Senujuh, tepat dipersimpangan Turusan dan sungai Sambas Besar.

Jalan raya menuju Kec, Sajad

Dimulai dari Puskesmas Sambas, tepat pukul 09.13 pagi, kami berangkat menuju ke gunung Senujuh melalui rute Sajad, yaitu dari Desa Dalam Kaum, tempat kami berkumpul, lalu menuju ke Desa Tumuk Manggis, untuk menjemput salah satu anggota yang akan ikut, begitu komplit, kami langsung tancap gas melalui Dusun Senyawan, Sebambang, terus masuk ke persimpangan menuju Kecamatan Sajad yang terkenal akan kondisi jalannya yang cukup rusak dan parah sekali.Begitu melalui Dusun Jirak dan Desa Tengguli, penderitaan kami berakhir sudah, karena disitulah akhir dari jalan raya yang rusak parah karena pembangunan yang tidak merata.

Begitu memasuki jalan setapak, yang dulu pernah menjadi rute Travel Surviving II , perjalanan kami berubah menjadi lebih cepat, tidak sampai 30 menit, kami sudah bertemu dengan rombongan dari Sajad, tepat pada pukul 10.39 siang.
 
Rendezvous Point. Background Gunung Senujuh,dari sisi Selatan.

 Sekitar 10menitan, kami istirahat sekaligus mengatur strategi untuk menuju ke lokasi.Karena ada 2 macam transportasi, yaitu melalui jalur darat dan air, semua perlengkapan dari kami, yang menggunakan kenderaan darat, kecuali tas keriel yang kubawa, kami pindahkan ke perahu motor rombongan dari Sajad karena masih memiliki tempat kosong yang cukup banyak, sekaligus meringankan perjalanan kami yang setelah ini semakin berat karena melalui jalur perkebunan yang kondisi jalannya jelek.Selesai bongkar dan mengatur ulang muatan, kamipun berpisah lagi sesuai dengan jalur masing-masing, yaitu jalur darat dan air ( lihat di peta ).

Dari sini, perjalanan sudah mulai terasa santai, karena tinggal mengikuti alur jalan setapak perkampungan, yang sebentar lagi akan kami lalui adalah Dusun Pulau Peranggi, dengan panjang kampung kira-kira 5km, untuk menuju ke penyeberangan menuju Desa Sendoyan.Begitu masuk ke perkampungan, teringat pada kegiatan yang lalu, yaitu Travel Surviving II, yang 4 tahun lalu kami laksanakan dengan berjalan kaki melalui Dusun ini, tepatnya bulan Maret juga.Disini merupakan tempat kami mendirikan tenda untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, berbagai cerita yang kami alami disini, dan sungguh sebuah kisah yang tidak mudah untuk dilupakan.

Cukup dengan nostalgianya, perjalanan masih berlanjut.Begitu sampai di steigher penyeberangan, kenderaan kami yang berjumlah 3 buah motor kami naikkan ke motor air penyeberangan, dan menuju ke kampung sebelah, untuk melanjutkan sisa rute yang harus ditempuh.Sambil itu, aku membayangkan rute rombongan yang melalui jalur sungai, wah, betapa mereka santai dan menikmati perjalanan mereka, cukup dengan duduk-duduk saja, tujuan dapat diraih, yaitu Dusun Sajingan kecil.

 Sambil perahu motor kami menyeberang, tampak dengan jelas sekali keangkuhan gunung Senujuh yang siap menyambut kami dengan berbagai macam hal yang tidak terduga pastinya, semoga tidak dengan cobaan yang dulu pernah aku alami pada tahun 2003, pintaku.

OK, sekarang kami sudah berada di Desa Sendoyan, dari sini perkiraan perjalanan yang harus ditempuh adalah 15KM, yaitu 5KM jalan setapak rabat beton, dan sisanya 10KM jalur perkebunan yang masih dalam kondisi tanah kering.Begitu mendekati persimpangan Dusun Mak Lebar, Desa Senujuh, kami berbelok ke arah kanan, lalu tancap gas melewati setiap perkampungan kecil disini.Nostalgia kembali terjadi, maklum, jalur inilah yang kami lalui pada kegiatan Travel Surviving III, pada tahun 2011, tepatnya pada tanggal 17-20 April 2011 lalu.Yang gilanya lagi, daerah ini kami lalui pada malam hari, sekitar jam 9.00 malam!!

Semua yang kami lewati menggunakan kenderaan kali ini, dulunya sudah kami tempuh dengan jalan kaki, perbedaan yang cukup ketara pastinya, namun pengalaman yang lalulah yang benar-benar membuatku terkesan karena "tekat" atau "nekad", aku sendiri pun tidak paham sampai sekarang akan kegilaan tersebut.Dan berangkat dari pengalaman tersebut, banyak informasi yang aku peroleh, dan sangat mendukung untuk ekspedisi pendakian kali ini, terutama tentang "penduduk gunung".

Back to the main story, tanpa terasa kami sudah melalui dusun Mak Lebar, dan memasuki persimpangan menuju Dusun Sajingan Kecil, yang kondisi jalannya sangat jelek, beruntung tidak becek, seperti pengalaman kami 3 tahun yang lalu.Dari sini perjalanan mulai terasa berat, terutama bagi 2 buah motor biasa dari anggota yang mengikutiku, maklum sajalah, salah satu rombongan motor menggunakan motor jenis Matic yang hmm, speechless lah intinya, jalur tanah bergundukan begitu menjadikan tantangan tersendiri bagi motor mereka yang memiliki ground clearance rendah, semoga saja tidak terjadi masalah pikirku.

Dari sini, semakin terasa keangkuhan gunung Senujuh yang sudah menatap kedatangan kami dari kejauhan.Aku cukup terkesima dengan pemandangan disini, sambil merekam video perjalanan, tidak lupa aku mengenang masa 3 tahun lalu, dijalur inilah kami berjalan kaki tengah malam, dan sampai di dusun Sajingan Kecil sekitar pukul 01.00 malam.

Jalur tanah menuju Sajingan Kecil

OK, perjalanan pun berakhir, dan sekarang kami memasuki Dusun Sajingan Kecil.Tidak ada perubahan berarti disini, hampir sama dengan 3 tahun yang lalu ketika kami bermalam disini.Motor kami parkirkan, lalu kami berjalan kaki menuju steigher Desa, untuk bertemu dengan rombongan Sajad yang menempuh jalur air.Warga pada heran dengan kedatangan kami, apalagi setelah mengutarakan niat kami untuk kemah di atas gunung.Begitu sampai di steigher, ternyata rombongan mereka sudah dekat dan segera sandar di steigher untuk melanjutkan perjalanan, waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB, rombongan dari Sajad tiba di steigher.

Steigher Dusun Sajingan Kecil

Di steigher inilah kami menyusun strategi dan mengatur perlengkapan, ijin, belanja konsumsi, info, air, parkir motor, dan terakhir pastinya yang berkaitan dengan pekerjaanku sebagai Entomologist, dengan melibatkan anak-anak kampung untuk mengumpulkan ooth/ telur belalang yang nantinya aku beli dari mereka dengan harga Rp 5000 perbiji.Euphoria anak kecil meledak, maklum saja, mereka mendapatkan uang cukup banyak dari hasil penjualan ooth yang kubeli, mendadak rombongan kami menarik minat lebih ramai warga, walau sekedar ingin tau saja tujuan kami ke sini.

Tenodera sp ooth

Sambil menunggu persiapan logistik dan lainnya, aku mengatur perlengkapan bawaan anggota, yang kebanyakan mustahil untuk dibawa.Maklum saja, mereka semua belum pernah kemah dihutan, apalagi di atas gunung.Ada yang membawa kompor gas, ada yang membawa sabun mandi, sikat gigi, pakaian extra, dan lain-lain yang tidak perlu untuk dibawa naik, karena selain akan menjadi beban, juga diatas gunung tidak ada air, percuma saja bawa handuk, sabun mandi, sikat gigi jika untuk minum saja tidak bisa.

Selesai persiapan, kami pun siap-siap untuk berangkat menuju gunung.Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB, dari sini, perjalanan berat sudah menghadang didepan, pendakian terjal dan kurangnya pengalaman merupakan salah satu rintangan pokok yang wajib kami tempuh, belum lagi sebagian gunung habis dilanda hujan lebat, yang berakibat becek bagi jalur yang didaki, semoga saja tidak, pikirku.Dengan estimasi perjalanan 2 jam untuk mencapai puncak, sekitar jam 3 sore akan sampai ke tujuan.

Sebelum pendakian

Sebelum menginjakkan kaki ke kaki gunung Senujuh, tidak lupa briefing wajib dan khusus sebagai panduan rohani untuk menjalani perjalan berikutnya.Selesai briefing dan panduan rohani, kamipun memulai perjalanan kami yang setelah ini akan sangat menguras tenaga dan nafas, terutama bagi para pemula yang hampir 99% belum pernah mendaki gunung.

Berikut adalah video pendakian pertama begitu menginjakkan kaki di lereng gunung Senujuh.


Tidak banyak yang bisa diceritakan disini, selain terkurasnya tenaga para anggota yang maklum saja, belum pernah melakukan kegiatan seperti ini.Sedikit diralat, ternyata ketinggian gunung Senujuh adalah 400M diatas permukaan laut, yang selama ini aku ketahui adalah 300M, ternyata terkoreksi setelah membuka peta gunung menggunakan google maps dengan mode Terrain, disitu jelas tampak sekali ukuran ketinggian gunung, ku anggap akurat, karena google maps menggunakan satelit untuk mengukurnya, dan itu pasti tepat.

Lelah mereda diawal pendakian.
 Misi pendakian pertama ini adalah untuk mencapai titik peristirahatan pertama yaitu Rest Point 1 ( lihat di peta ), yang memiliki ketinggian 300M.Cukup sering mereka berhenti untuk istirahat, sambil memulihkan tenaga dan minum serta mengatur nafas.Terus terang, bagi pemula, pendakian awal lah yang paling menyiksa mereka, maklum saja, kemiringan tanah sekitar 60-70 derajat, karena  kondisi tubuh yang belum siap dan pernafasan mereka yang setengah-setengah, menghambat perjalanan jika tidak bisa mengaturnya, maka ku instruksikan kepada mereka untuk banyak istirahat, karena aku yakin, setelah setengah jam mendaki, mereka pasti akan siap dan terbiasa, sehingga rasa capek dan hausnya sedikit berkurang.

Istirahat kesekian kalinya, dan sudah mulai terbiasa.
 Satu jam berikutnya, setelah sekian banyak mereka istirahat, akhirnya Rest Point 1 dapat diraih.

Dusun Semakuan, dan bentuk sungai Sambas Besar dari ketinggian 300M dpl.
 Disini, kusempatkan untuk memfoto bagian dataran rendah yang mengarah ke arah timur tepatnya di Dusun Semakuan.Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB, disini istirahat sedikit lama, kisaran 20 menitan, sambil menunggu salah satu anggota putra yang disengat tawon hutan, sambil memberi obat luar dan minum, semoga tidak terjadi apa-apa pikirku.

20 menit pun berlalu, dan perjalanan kembali dilanjutkan, pendakian berikutnya tidaklah susah, karena tingkat kelandaian yang cukup mudah untuk dilalui, dari sini, perjalanan terasa cepat sekali, tanpa terasa, Rest Point 2 sudah dekat, sambil menunggu anggota yang tadinya kesengat tawon, aku berjalan terus menuju Rest Point 2 sambil membongkar isi muatan tas keriel ku untuk mengeluarkan perlengkapan P3K, karena berdasarkan info dari anggota lainnya, ybs muntah-muntah.

Rest Point 2. Estimasi ketinggian 350M dpl.

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.55 WIB begitu aku sampai di Rest Point 2, sekitar 40 menitan waktu yang kami perlukan untuk mencapai Rest Point 2, disini terdapat goa yang katanya tempat harta karun atau sarang walet, karena sulit diakses, dan capek, kamipun malas untuk turun memeriksanya.10 menit kemudian, yang ditunggu akhirnya sampai, sesegera mungkin kukeluarkan obat yang terdiri dari anti alergi dan penurun panas, lalu kuserahkan kepada anggota yang tersengat tawon untuk diminum, lalu di bekas lukanya, ku sapukan jenis minyak khusus sengatan serangga untuk mengurangi pembengkakan dan rasa nyeri.

Jalur pendakian yang agak landai.

Rest Point 2.

Karena sudah dekat dengan campsite, istirahat disini kupersingkat, untuk segera menuju puncak gunung, dengan ketinggian 400M dpl, langkah kaki kami segera menderu, karena rute yang semakin mudah dan kurang tanjakan, tidak butuh waktu yang lama, sekitar 30 menit berikutnya, yaitu pukul 15.30 WIB, kami akhirnya berhasil mencapai puncak tertinggi, yaitu di campsite dengan ketinggian 400M.Tanpa basa basi lagi, segera mereka kuperintahkan untuk mendirikan tenda dan lainnya.Berikut video terkait.



Semua dipersiapkan, mulai tenda, dapur, api unggun, lokasi WC, dan lain-lain, tidak lupa pekerjaanku sebagai Entomologist, yaitu pemasangan light trap untuk mengumpulkan serangga, terutama serangga endemik dari gunung Senujuh.

Dimulai dari sekarang, aktifitas perkemahan sudah terlaksana dengan sendirinya, tanpa perlu komando, karena mereka semua sudah berpengalaman dalam perkemahan, walau sedikit masalah utama seperti kayu api dan air, yang ternyata berdasarkan info yang anggotaku peroleh dari warga, katanya air ada di atas gunung, yang menurut pengalamanku mustahil, dan ternyata dugaanku benar, tidak ada air sama sekali, dan itu adalah masalah yang sangat besar, karena tanpa air, aktifitas otomatis terhenti, karena urusan makan dan minum tergantung dengan air.Beruntung 10 liter berhasil kami bawa dari bawah, walau sedikit, tapi cukup untuk bertahan sekian jam.

Kayu api sudah diperoleh, sedikit teknik survival ku ajarkan kepada anggota, terutama cara memperoleh kayu api di dalam hutan setelah hujan turun.Tungku dapur sudah menyala, api unggun sudah dinyalakan, walau sore masih setia mengisi waktu bersama kami, sambil menunggu tiba waktunya, senja di ufuk barat dan berganti malam, yang gelap dan pekat menghias pemandangan kami, suasana kembali hening, dengan riuh sahut-sahutan suara yang terdengar sangat aneh bagi mereka yang belum pernah bermalam di hutan besar, pastinya, takut akan menghampiri mereka semua, "pikirku"....

Aktifitas masak untuk makan malam.

Tidak ada aktifitas berarti begitu kegelapan menjelma, hanya tungku didapur, dan api unggun sajalah penerangan yang ada.cahaya dari Light Trap yang kunyalakan, bukanlah sarana penerangan, karena cahaya yang dihasilkan adalah ultra violet dengan tingkat radiasi tinggi, yang dapat merusak retina jika terlalu lama ditatap kearah sumber lampunya.

Malam ini, aktifitas pokok adalah makan, istirahat, dan tidur, untuk proses pemulihan tenaga, namun.........akhirnya terjadi juga " the experience of the darkness"

Api unggun.Sebagai senjata dan penerangan.


Pagi menyapa, hari kedua di puncak gunung Senujuh, tanggal 3 Maret 2014, pada ketinggian 400M di atas permukaan laut..........

Masak untuk sarapan.

Tidak ada perihal penting yang wajib dibahas pada hari kedua ini, sudah dapat dipastikan, air hanya cukup untuk masak pagi, setelah itu, untuk minum saja tidak bisa sama sekali.Beberapa anggota yang senior dari SBH Sajad dan SBH Sambas dikumpulkan, sedikit briefing mengenai pencarian sumber air, dan diputuskan, untuk anggota putra akan turun mengikuti alur riam yang sudah kutemukan, lalu berharap sambil mencari akan sumber air.Selesai makan pagi, semua anggota putra turun untuk mencari sumber air di ketinggian sekitar 300M.

Ekspedisi pencarian air.

Selesai sarapan pagi, semua tenaga yang dibutuhkan untuk mencari air mulai bergerak serentak menuruni tebing curam, dengan harapan setiap wadah air yang dibawa berhasil diisi dengan air, untuk melanjutkan kegiatan camping ini.Waktu menunjukkan pukul 8.15 WIB pagi, di hari kedua di atas puncak gunung Senujuh, tanggal 3 Maret 2014.Sayup-sayup, satu persatu dari pencari air menghilang dari pandangan mata, tinggal aku dan ke enam anggota putri yang menunggu di campsite.Namun, setengah jam kemudian, rombongan tersebut sudah kembali, dan wajah lelah tampak dari mereka semua, selain air tidak berhasil ditemukan, juga rasa haus yang mendera mereka, menyebabkan ekspedisi mereka gagal total.

Langkah pertama dalam ekspedisi ke wilayah ujung Barat.
Kemudian aku mengambil keputusan untuk berjalan ke arah Barat, tepatnya ke arah ujung Barat dari gunung Senujuh dalam upaya untuk mencari air, sekaligus jalan-jalan pikirku, dan sekalian mencari situs batu tulis yang berada di ujung Barat dari gunung ini.Niatku ini kusampaikan, dan disambut spontanitas oleh semua anggota yang semuanya ingin ikut juga, ntah karena senang atau karena takut ditinggal di tenda, pikirku, jika ada yang tinggal, akan menimbulkan masalah lainnya.Selesai berkemas, semua anggota dipersiapkan untuk membawa segala jenis kontainer berupa botol air, ken air, dan semua barang yang bisa digunakan untuk menampung air.Tepat pada pukul 09.24 WIB, perjalanan ke Barat kami mulai.


 Dari sini, tidak banyak yang dapat diceritakan, selain perjalanan melelahkan sepanjang kira-kira 5KM menuju ke Barat, tepatnya menuju ke arah Dusun Mak Lebar.Beberapa foto yang sempat kuambil bisa dijadikan media alur ceritanya.

Diperjalanan, kami menyempatkan diri untuk berfoto di sekitar area pohon durian yang sangat massive, besar sekali, kupikir, usianya mungkin sudah seratusan tahun dikarenakan ukurannya yang sangat besar dan tinggi, udah gitu, posisinya berada dipuncak lagi, tepatnya dijalur paling atas, dengan ketinggian sekitar 350M.Tidak jauh dari situ, berdasarkan info yang kuperloeh, mungkin keberadaan situs batu tulis bisa ditemukan, sambil meneliti setiap batu yang kami lewati, tidak lupa kami memeriksa tulisan sanskerta sebagai esensi sejarah budaya Hindu disini.

Pohon Durian Tua.
  Namun, begitu sampai diujung, tidak juga kami ketemukan keberadaannya, hingga kami mencapai titik Rest Point 3, yang aku sebut sebagai Taman puncak gunung.Bukan tanpa alasan nama tsb kuberikan, karena disitu tempatnya sangat lapang dan terbuka, tersedia kursi juga malahan, walau terbuat dari papan, sehingga memudahkan kami menikmati pemandangan dari sisi utara gunung, yang nampak dengan jelas sekali wilayah Kec, Galing hingga Kec, Sajingan Besar dari sini.

Rest Point 3

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.44 WIB, kami sudahi istirahat kami disini, dan melanjutkan perjalanan kembali untuk mencari air.

Video Taman Puncak Gunung.

Tidak sampai 20 meter melangkahkan kaki, keputusan tersulit kuhadapi, karena didepan adalah jalur turunan dengan kemiringan hampir 75 derajat dan berbatu-batu besar serta terjal.Mau patah balik, tidak mungkin, karena air benar-benar kosong, percuma kembali pikirku, jadi wajib turun, biar apapun yang terjadi, air adalah prioritas utama kali ini, begitu sampai ditebing, kuperingatkan semua anggota untuk extra hati-hati, juga tidak lupa untuk meninggalkan parang yang tidak bersarung, karena berbahaya.Selebihnya, biarkan video yang berbicara.

Video turunan 75 derajat

Semua dilakukan demi air, sumber kehidupan kata iklan merk Aqua, tetapi kali ini, sumber air so jauh, susah lagi..... :)

Satu hal yang pasti, aku merasa salut dengan mereka yang semuanya adalah pemula, tidak ada rasa takut, dan pastinya mereka memiliki semangat yang cukup tinggi, walau dihadang oleh terjalnya perjalanan dan berbagai hal lain, terutama minimnya pengalaman, tapi tidak menyurutkan semangat mereka, walau sedikitpun.

Video turunan terjal.


Hampir 40 menit kami menuruni bebatuan terjal,dan akhirnya aku mendengar teriakan slah satu anggota yang berlari ke atas sambil membawa sebotol air yg berhasil mereka temukan, dan mereka sengaja diutus utk jalan duluan mencari sumber air, tubuhku yg sudah lelah akhirnya mendapatkan tenaga baru untuk melanjutkan perjalanan mendekati sumber air, yang ternyata berada di dataran paling bawah, di kaki gunung.

Begitu aku sampai dibawah, ada sebuah pondok menyambut kami dan ada pemilik lahan yg kebetulan beristirahat setelah bekerja.Sambil istirahat, aku merebahkan tubuhku dikursi dan sambil sisa rombongan yg berjalan jauh dibelakang.

Pondok istirahat


30 menit kemudian, sisa rombongan pun berhasil turun dan menyantap air telaga yang sebenarnya tidak dijamin kualitasnya, karena haus mendera, permasalahan kebersihan dan kesehatan terabaikan.dan rombongan kuberikan waktu 1 jam untuk beristirahat sambil melanjutkan aktifitas masing-masing.

Tidak terasa, waktu sudah mendekati 1 jam, kuperintahkan semua anggota utk bersiap-siap mendaki kembali, perbekalan terutama air dan buah yg diberi oleh pemilik pondok dibawa dalam perjalanan, begitu tepat pukul 14.00 WIB, kami berpamitan dan kembali menuju rute semula, yaitu menanjak bebatuan terjal dan curam, pasti akan sangat sangat melelahkan pikirku, ntah apa apa yg ada dipikiran yang lain.Step up, langkah kakipun mulai menaiki salah satu batuan terjal, dan dimulailah kembali perjalanan yang sangat melelahkan, khususnya bagi perokok aktif.

Pohon yg sangat tinggi

Perkiraanku benar-benar tidak meleset sama sekali, baru kira-kira 20 meter pendakian, anggota yg lain sudah kelelahan, hampir seluruhnya, aku khawatir,karena tidak ada jalan lain, perbekalan utama yaitu air yg barusan diambil dari bawah, sudah habis duluan sebelum sampai ke tenda. Sambil melewati beberapa rombongan, khususnya bagi yg membawa air,aku kembali menekankan utk berhemat air, jangan dalam perjalanan pendakian ini, malah tidak ada hasilnya, air habis, capek dapat, tanpa hasil, yg berujung tidak ada jatah utk masak malam nanti.Setelah dipahami bersama, sambil berlari, aku kembali mendaki dan meninggalkan rombongan untuk segera mencapai akhir dari penderitaan perjalanan ini, dan beristirahat di puncak gunung.20 menit kemudian, aku berhasil menyelesaikan pendakian dan beristirahat di Rest Point 3 sambil menunggu rombongan datang satu persatu.
Rest Point 3

Sambil beristirahat, satu persatu anggota datang, dengan wajah kelelahan dan lesu, sambil memposisikan badan utk istirahat,dan menunggu anggota lainnya datang.Kira-kira 30 menit kemudian, semua anggota berhasil mencapai puncak.Waktu sudah menunjukkan pukul 15.10 WIB, 15 menit kemudian, perjalanan kembali ke base camp kami lanjutkan, sambil menelusuri jalur awal, tidak lupa sambil mencari Batu Tulis Sansekerta, yang diperkirakan keberadaannya tidak jauh dari titik rest point 3.

Kemudian kami menemukan jajaran batu yang cukup mencurigakan, karena dari segi bentuk dan tatakan, sepertinya disengaja diatur-atur sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah bentuk yg abstrak, dari situ kami memulai pencarian, setiap batu yg ada kami teliti dan gosok untk menemukan tulisan sansekerta tersebut, namun terjadi sesuatu diluar dugaan kami, salah satu anggota putra diserang oleh tawon hutan yg terkenal berbahaya.Bukan 1 ekor,tapi puluhan, karena anggota tsb menginjak sarangnya.Suasana benar-benar panik, semua kuperintahkan tiarap.Begitu tiarap, tawon-tawon sudah pergi, dan ada belasan ekor yg mati karena berhasil menyengat anggota tadi.

Dengan cepat kuperintahkan anggota lainnya utk membuat asap untuk mencegah tawon datang lagi, dan segera anggota lainnya merawat anggota yg tersengat, beruntung cuma 1 orang yg tersengat, namun kondisinya cukup parah.Dengan posisi kejadian dan base camp yg hampir 3 km, dan kondisi korban yg cukup mengkhawatirkan,ditambah lagi kurangnya obat-obatan, karena tertinggal di base camp, tandu darurat bukanlah opsi yg baik, karena rute yg dilalui adalah jalan hutan, hampir mustahil jika menggunakan tandu.

Beruntung dengan sisa kekuatan yg ada, aku nasihati korban utk memaksakan berjalan saja, karena selain menguras tenaga, menguras keringat, dan tentunya ikut menguras racun.Karena perjalanan yg 3 km aku yakin, pasti akan dapat ditempuh dgn cepat,karena obat utk perawatan adanya di base camp, dan juga waktu yg tidak memungkinkan utk bersakit-sakitan, karena waktu sudah mendekati pukul 17.00 WIB.Dengan sedikit berlari, 4 orang, termasuk aku dan korban berjalan cepat mendahului rombongan lain tanpa berhenti, sedangkan sisa rombongan menyusul perjalanan kami,karena tidak mampu mengejar lajunya langkah kaki kami demi mendapat obat biar racunnya tidak mencapai sirkulasi jantung yg tentunya sangat berbahaya.
Masak utk makan malam

Setengah jam kemudian, tepatnya pukul 17.33 WIB, perjalanan melelahkan dan sangat menguras tenaga, tanpa istirahat dan tanpa berhenti sama sekali akhirnya selesai, tanpa mengulur waktu, aku langsung meraih tas obat utk mencegah reaksi lanjutan dari bisa sengatan tawon, dan segera memberikannya.Begitu korban selesai meminum obat, korban langsung tumbang, kelelahan dan kesakitan,sambil menunggu reaksi obat,akhirnya korban tertidur. 15 menit kemudian, yaitu pukul 17.48 WIB, rombongan yg berada dibelakang akhirnya sampai, berbagai reaksi terlihat diwajah mereka, ada yg ketakutan, ada yg kelelahan, dan lain-lain, maklum saja, dengan kondisi lebatnya hutan dan suasana alam, pukul 17.48 sangat jauh berbeda dibanding didaerah pemukiman atau perkotaan, sangat sunyi sepi, gelap, diiringi dengan suara-suara aneh lagi, baik dari alam maupun "alam".

Perintah berikutnya adalah segera menyalakan api unggun utk mencegah hal-hal yg tidak diinginkan,sekaligus sebagai penerangan dan penghangat suasana malam.Tidak lupa utk memasak makan malam, karena seharian perjalanan tadi tidak ada makan siangnya, pastinya malam ini akan sangat lapar.Masing-masing sibuk dgn hal pribadinya, dan sebagian membantu memasak, sedangkan aku memulai kegiatanku sebagai seorang Entomologist, yaitu memasang perlengkapan entomologi utk mengumpulkan serangga dari golongan Coleoptera.Selesai memasang peralatan, terakhir adalah memasak jerat utk menagkap kancil, semoga saja ada hasilnya.

Jerat/ perangkap kancil

Malam pun menyapa, diawali dengan dinginnya hembusan udara pegunungan, ditambah lagi dengan minimnya pencahayaan serta suasana lingkungan yg sebenarnya membuat bulu kuduk berdiri, terutama setelah menempuh perjalanan tadi yg sangat luar biasa menurutku, cuma 1 hal yg dapat kami syukuri, yaitu ketersediaan air yg cukup utk mengakhiri perjalanan kami hingga pulang keesokan harinya.

Seiring dengan waktu yg terus berjalan, makan malam pun sudah siap, secara merata dan bersama-sama kami menyantap menu makan malam yg sederhana, tapi sangat nikmat karena kondisi yg sangat tepat ditambah lagi perut yg lapar, keroncongan.
Api unggun sebagai saran penerangan
Selesai makan, sebagian anggota sudah mulai masuk ke tenda dan sebagian lagi masih santai sambil menikmati udara pegunungan, dan kebetulan juga aku sedang bekerja pada waktu ini, jadi ramai juga anggota yg berada diluar karena belum mengantuk.Sangat berbeda sekali suasananya, karena di hutan, diatas gunung dengan ketinggian 400 m dpl, tidak ada hiburan yg berarti, kecuali bercerita dan saling berbagi pengalaman, terutama pengalaman tadi siang.Malam semakin larut, dan akhirnya akupun diserang kantuk, kuakhiri pekerjaanku dan aku pun masuk ketenda sebagai orang terakhir yg menutup heningnya malam ini, dan waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB.

Pagi menyapa, dan hampir semua anggota sudah bangun, ada yg memasak, berkemas, dan ada juga yg malas-malasan karena hari ini tidak ada kegiatan, dan merupakan hari terakhir kegiatan kami.Waktu menunjukkan pukul 06.00WIB, anggota putri memasak menu sarapan pagi utk bekal energi kami dalam menghadapi perjalanan pulang.Sembari itu, mereka ku instruksikan utk mengemas barang masing-masing, tidak lupa aku menyusul jerat kancil yg kupasang, semoga membuahkan hasil.Begitu sampai dilokasi jerat, nasib berkata lain, jeratku tak tersentuh, hmmm....mungkin bukan rejeki pikirku, ya sudah, kukemasi saja karena pagi ini akan pulang.
Pembongkaran tenda

Begitu aku kembali ke base camp, sarapan sudah siap, lalu kami sarapan, selesai sarapan, kuperintahkan utk membongkar tenda dan mengemaskan camp site, terutama dari sampah-sampah plastik, karena tidak baik bagi alam, harus dibakar, perintahku.Selesai semua dikemaskan dan dibersihkan, tidak lupa sisa api perapian dan unggun dimatikan, dengan cara menutupnya menggunakan tanah yg disiram dengan air, utk mencegah baranya menyala kembali sepeninggal kami dari camp site.
Sebelum pulang @camp site
Setelah semua selesai, dan lokasi dinyatakan aman, langkah kanan menuju arah pulang pun dimulai, tepatnya pada pukul 08.15 WIB, perjalanan mengakhiri kegiatan eksplorasi ini berkahir, dan bersyukur bagi kami, inilah rekor pertama yg kami peroleh sebagai organisasi pertama yg menapakkan kaki dan bermalam diatas gunung yg terkenal dengan cerita, legenda dan keangkerannya, dan alhamdulillah berhasil kami lalui dengan baik sekali......

See you soon Senujuh, dalam waktu dekat kami akan mendaki lagi, mencari cerita lain sebagai penambah keindahan pengalaman yg tidak bisa diraih dari tempat manapun, terutama dari sisi legenda dan mistisnya....
The Journey Ends....







Lihat River Flow Traveller di peta yang lebih besar

Tahun ini, kembali aku membuat sebuah gebrakan baru, yaitu sebuah kegiatan dalam bentuk traveling, namun dalam cita rasa yg tidak seperti biasanya.Travel kali ini terhitung santai, dan tidak menguras tenaga, karena hanya duduk-duduk santai didalam perahu motor yg disebut Bangkong di Sambas.

Awal ide ditemukannya kegiatan ini tidaklah lumrah, boleh dikatakan spontan tanpa perencanaan sama sekali, berawal dari iseng-iseng kumpul, lalu merasa jenuh dengan aktifitas yg ada, lalu di mulai pembicaraan ringan mengenai kegiatan yg akan dilaksanakan, dan akhirnya di sepakati utk kegiatan travel menjalani sungai, yaitu sungai Teberrau yg jarang dilalui masyarakat.
Perencanaan awal mengenai alat transportasi, menggunakan peralatan yg dimiliki oleh para anggota, namun fakta berbicara lain, untuk bangkong, tidak bisa dipergunakan karena masih baru, tidak diperbolehkan utk dibawa menggunakan mesin, takut cacat pada bodynya.Untuk mesin, hari minggu mau dipakai, ya sudahlah kupikir, cari upaya lain, yaitu penyewaan.

Beruntung di Sambas ada penyewaan bangkong plus mesin perahu tempel dengan kisaran budget Rp 300.000,.Masalah uang, tidak menjadi kendala, karena selain dari peserta ditarik biaya Rp 10.000,/orang, juga ada sedikit dana pelaksanaan fogging kemarin yg dilaksanakan oleh anggota SBH.Hasil kerja keras mereka disulap menjadi kegiatan travel, cukup sebanding pikirku utk melepas stress.

Para peserta yg ingin ikut di kehendaki untuk kumpul pada pukul 06.00 WIB, dengan pakaian Pramuka dan lapangan, namun yg namanya istilah jam karet tetap saja berlaku, sampai jam 06.50 WIB, peserta yg terakhir, yg sedari tadi ditunggu-tunggu akhirnya datang.Dan kamipun langsung menuju sungai tempat perahu bangkong bersandar.Tanpa basa-basi lagi semua peserta naik, dan mesinpun dihidupkan.

Peserta naik ke Bangkong

Perlahan tapi pasti sang juru mudi yg tidak lain adalah Ketua Dewan Kerja Saka, Saka Bakti Husada



Tahun ini, bertepatan tanggal 8 Juli 2011, kami kembali lagi ke pulau nan eksotis di Kalbar ini, yaitu Randayan.
Kali ini, jumlah peserta yg ikut serta cukup ramai, jauh meningkat dari sebelumnya, yg terdiri dari anak SBH ranting Sambas dan ranting Sajad.Utk 2 ranting yg rencana awalnya mau ikut seperti SBH Pemangkat dan SBH Tebas, mengurungkan niat, dgn alasan mereka masing-masing.



View Travel Surviving III Route in a larger map

Setelah sekian lama tidak aktif di blog, kini aku kembali menulis, cerita tentang Travel Surviving III menggugah semangatku utk melanjutkan mengisi blog yg mulai terlupakan ini.Tergugah karena pengalaman kali ini sangat luar biasa berbeda dari yg sebelumnya, bukan berarti pengalaman yg lalu tidak seru, tetapi perbedaanlah yg membuatku kembali berpikir, sungguh sebuah terobosan yg terjadi secara spontan menurutku yg membuat kegiatan ketiga ini menjadi istimewa.

Ok, sekarang aku jelaskan sedikit tentang Travel Surviving, yg bermaksud sebuah perjalanan jauh dan cukup panjang serta melelahkan, dilaksanakan selama 4 hari 4 malam, menyusuri perkampungan di sepanjang sungai didaerah Kab. Sambas, yg kali ini pilihannya tertuju diseputar wilayah Kec. Sejangkung, Kec. Sajad dan Kec. Sambas.

Enjoy it!!

Dalam perjalanan kali ini, dilakukan survey rute, tidak seperti travel sebelumnya, seperti survey lokasi yg ingin dilalui, rest point, dan lain sebagainya, mengingat perjalanan kali ini melalui rute hutan sekitar 40%, aku harus mempunyai pegangan jelas ttg kondisi, letak, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya tentang hutan yg ingin dilalui, utk urusan teknis lainnya, tidak ada persiapan-persiapan teknis yg berarti seperti kegiatan-



Setelah berhasil melaksanakan kegiatan X-Weather@SELINDUNG tahun lalu, 2009, kini Saka Bakti Husada Ranting Sambas kembali mengulang momen tersebut, yaitu sebuah kegiatan perkemahan menantang cuaca didaerah pegunungan yang jauh dari pemukiman penduduk dengan perlengkapan kemah yang cukup untuk menghadapi kerasnya cuaca dan liarnya hutan serta penghuninya pada bulan Desember.Tempat yang terpilih tetap gunung Selindung, di Kecamatan Salatiga, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.Untuk kegiatannya sendiri tidak terlalu banyak, dan persis seperti tahun-tahun sebelumnya, hanya rekreasi, karena kebetulan sekarang adalah masa liburan sekolah, dan sebagian besar anggota Pramuka Saka Bakti Husada ranting Sambas sudah merencanakan kegiatan ini sejak awal sesuai agenda mereka, dan kebetulan hampir sebagian peserta belum pernah mengikuti perkemahan semacam ini dimanapun dan kapanpun, kecuali yg tahun lalu udah pernah ikut X-Weather.


 The Randayan Island

Ha,ha,ha...........
Judul yg cukup aneh ya, ditiru dari salah satu Motto negara Malaysia tentang pariwisata dinegara mereka.Karena bahasa kami tidak jauh berbeda, sesama orang Melayu, aku pikir bukanlah sebuah masalah, atau boleh dibilang inilah klaim pertama kali orang Indonesia terhadap kepemilikan negara Malaysia,...ha,ha,ha....No offense everyone, just kidding...........