......................................................................................"PENASARAN"
Itulah kata-kata yang tepat sebagai alasan aku kembali lagi ke gunung keramat itu.Berdasarkan kisah pendakian tahun lalu, pada NATURE TREKKING II @ SENUJUH, masih ada pertanyaan yang menyangkut dan butuh revealing agar batin ku puas dengan jawaban melalui eksplorasi pengalaman.Walau disebalik semua kisah itu, rasa rindu akan keindahan alam lah yang paling mendera, seiring dengan irama pergerakan mesin yang membabat habis hutan tropis demi minyak, yang semua itu kembali kepada kita sebagai pemakai produk palma.

KATANYA "SENUJUH TAK TERSENTUH", tapi faktanya, sudah mulai terjadi pengrusakan, walau kali ini, sebagai dalih adalah dapur biar tetap mengebul, namun hukum tidak bisa berbuat banyak, karena hukum benar-benar tidak bisa berbuat banyak, disini..........

Sultan M Tsyafiudin II, kaitan beliau dan Gunung Senujuh

KATA"SENUJUH" pulalah yang sampai sekarang masih menjadi misteri, khususnya tentang Sejarah Sambas. Banyak yang tidak tau akan makna tersebut, dan bahkan tidak tertulis di sumber sejarah manapun tentang maknanya.Berbagai cara kucoba untuk mengeruk informasinya baik berdasarkan sumber lisan, tertulis maupun sumber "lainnya", tetap saja tidak ada yang bisa memuaskan hasratku akan informasi sejarah yang legitimate, kebanyakan hanyalah berupa hikayat, cerita rakyat, maupun dongeng sebagai pengantar tidur anak kecil masa lalu.  Hal ini dimaklumi mengingat pola pikir, dan budaya kita serta pendidikan yang boleh dikatakan, tidak merata. Dimasa lalu, pendidikan adalah hal yang kesekian, setelah pangan dan papan ( padahal sampai sekarang pun masih ).

Banyak yang tidak tau juga, kalau gunung ini merupakan salah satu panduan arah atau Land Mark pada masa lalu. Rata-rata wilayah Sambas merupakan dataran rendah dan menengah, yang sebelum abad ke 19 lalu memanfaatkan perairan sungai sebagai sarana transportasi utama untuk  akses menuju kedaerah-daerah maupun perkampungan lainnya yang keberadaannya disepanjang area sungai.Diambil contoh seperti Kerajaan Ratu Sepudak, yang berada di sungai Kota Lama, Kota Lama, Galing, menggunakan Gunung Senujuh sebagai patokan arah, karena dekatnya posisi gunung dengan kerajaan mereka, yaitu sekitar 4 km saja kearah Barat Laut dari gunung, sehingga memudahkan masyarakatnya yang ingin menuju kearah Kota Lama dari berbagai penjuru semisal dari Kampung Gurah, Sagu, Sijang, maupun dari Kota Sambas ke Kota Lama atau sebaliknya.Dan bahkan, gunung Senujuh merupakan titik arah utama pusat pemerintahan Kerajaan Hindu Sambas sebelum abad ke 16 lalu.

Berdasarkan opini dan pemikiranku secara pribadi, beginilah asal usul nama gunung Senujuh diperoleh, karena gunung ini dijadikan sebagai patokan arah, dan dari beberapa sungai yang pernah kulalui, semua menunjukkan bentuk gunung yang berbeda-beda, saking banyaknya perbedaan bentuk tersebut, setelah ku data dan hitung, terdapat 7 ( tujuh ) macam bentuk gunung yang berbeda-beda tapi berasal dari gunung yang sama, yaitu Senujuh ( dalam Bahasa Sambas artinya sekelompok benda dengan jumlah 7 buah dan berasal dari 1 benda yang sama ).

Berikut ketujuh arah panduan yang menjadi patokan tesisku ( gunung sebagai patokan arah ):
  1. Perairan sungai di wilayah Galing, merupakan sisi Utara Barat Laut, khususnya dari wilayah Batu Betarup, Daup, Tempapan, dan desa lainnya.
  2. Perairan Sungai di wilayah Sijang, tepat menghadap ke Utara,  mencakup wilayah pedesaan Sagu, Gurah, Aur, Sijang dan perkampungan hulu suku Dayak Badameah.
  3. Perairan Sungai Sekura, sekarang menjadi kota Sekura, berada pada posisi Barat Barat Laut, dan sebagai akses utama dan penunjuk arah untuk masyarakat pada jaman dulu baik hendak menuju maupun meninggalkan Kerajaan Kota Lama menuju lautan ataupun Kota lainnya seperti Kota Sambas jaman dahulu.
  4. Perairan Sungai Sambas Besar, sekarang menjadi wilayah terusan sungai Kartiasa, sebagai akses utama menuju wilayah timur.Berada pada posisi Barat Barat Daya.Melewati Kota Raja ( Sejangkung ), Sendoyan, Semakuan, hingga ke wilayah Timur dan hulu sungai hingga ke perkampungan Suku Dayak.
  5. Perairan Sungai Sanggau Ledo, berada pada posisi Tenggara.Merupakan akses utama untuk masyarakat dari dan hendak menuju ke Sambas ke Sanggau Ledo, hingga ke hulu sungai dan berakhir diperkampungan Suku Dayak.
  6. Perairan Sungai Sambas Kecil, berada pada posisi Barat Daya.Merupakan akses utama bagi masyarakat dari dan hendak menuju Kota Sambas menuju ke arah Benua Sajad ( Kecamatan Sajad ) seperti kampung Bantilan, Jambu, Tengguli, dan lainnya, hingga ke hulu sungai yang berubah arah secara drastis, namun masih di aliran sungai yang sama, ketika hendak menuju ke daerah Sabung, khususnya ke perkebunan Kesultanan Sambas di seputar Kampung Jambu masa kini, mengarah ke Selatan dari Gunung Senujuh.
  7. Perairan Sungai Teberau, berada pada posisi Selatan Barat Daya.Merupakan akses utama bagi masyarakat jaman dulu yang hendak menuju ke Istana Kesultanan Sambas pertama, di daerah Lubuk Madung, dimasa pemerintahan Kesultanan Sulaiman, Kesultanan Sambas Islam pertama kali di bumi Sambas, sebelum pindah ke areal istana yang sekarang.
Berdasarkan ketujuh arah pemetaan ( pointing ) diatas, nama gunung yang selalu tampak dari ketujuh perairan tersebutlah, maka nama gunung tersebut disebut dengan Senujuh.Kemudian, ada yang mungkin bertanya, bagaimana dengan wilayah lain semisal perairan sungai Selakau, dan sebagainya, kenapa tidak termasuk dalam penjabaran diatas, jawabnya sederhana, karena gunung senujuh yang hanya memiliki ketinggian 400 m dpl, tidak bisa dilihat dari jarak yang jauh seperti Kota Selakau sekarang.

Selain sebagai land mark atau penunjuk arah, gunung Senujuh juga merupakan tempat yang tepat untuk melakukan pemetaan, khususnya tata perairan.Banyak Terusan yang sengaja dibuat pada masa pemerintahan Sultan M Tsyafiudin ditinjau dari sini, karena posisinya yang lebih tinggi ketimbang daerah lain.Sebut saja Terusan penghubung antara sungai Sambas Kecil dan sungai Sambas Besar, yang sekarang disebut dengan Kampung Turusan,  ataupun Turusan sungai Sajingan Kecil, keduanya menggunakan dan memanfaatkan ketinggian gunung Senujuh untuk melihat proyeksi nyata dari gambaran proyek penggalian manual pada masa lalu, serta berbagai Terusan lainnya seperti Terusan Kartiasa, kanal Parit Raja, dan lain-lain, merupakan sebuah peningkatan teknik engineering masa lalu dengan memanfaatkan alam sebagai sarana.

Terakhir, gunung Senujuh merupakan tempat yang sering dikunjungi pihak Kesultanan dan Kerabatnya sebagai tempat rekreasi maupun istirahat dari perjalanan jauh sehingga dibangun pemukiman tinggal disekitar gunung, tepat di bawah kaki gunung disisi utara adalah kampung Sajingan Kecil, yang melalui sungainya merupakan akses utama bagi suku Dayak Badameah untuk turun ke kota melakukan barter hasil bumi di kampung ini.Karena kehidupan ekonomi berkembang disini, secara tidak langsung, aktifitas meningkat seiring dengan betambahnya penghuni dan ditunjuknya ketua kampung sebagai penyelenggara pemerintahan.Selain itu, di gunung juga ditanam pohon durian yang sangat banyak, hingga sekarang ini, pohon tersebut masih berdiri kokoh, tetap berbuah dengan rasa buah yang khas, sehingga masyarakat setempat menyebutnya "Durian Raja", disebut demikian, karena ditanam pada masa Kesultanan dahulu kala, berbuah banyak, umur panjang, buahnya bagus dan rasa yang khas, sehingga untuk mencicipinya memerlukan upaya yang tidak sedikit, minimal harus melakukan pendakian untuk memperolehnya.

Demikian sepenggal cerita yang berhasil kususun setelah 2 kali berkunjung dan menginap dipuncak gunung Senujuh.Walaupun masih ada hal lain yang masih belum terungkap seperti batu tulis, karena pengrusakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, dan juga beberapa cerita lainnya, yang menurutku belum bisa ditulis karena informasi yang didapat masih sangat minim.

OK, kembali ke inti cerita................................................
Setelah kegiatan tahun lalu, kabar akan kegiatan kami ini terdengar oleh berbagai kalangan, mulai dari perorangan, hingga ke organisasi.Lalu terdengar kabar ajakan dari organisasi SISPALA ( Siswa Pencinta Alam ) yang bermarkas di SMAN 1 Sambas, untuk mendaki gunung ini tahun depan, yaitu pada tahun 2015. Karena belum punya rencana positif, tanggapan datar kuberikan karena tidak mungkin mengiyakan untuk sesuatu yang masih lama dan belum pasti.

Mendekati bulan November, tahun 2014, barulah niat mereka ku sepakati untuk ditindaklanjuti dengan rencana, yang semoga saja, rencana tersebut dapat terealisasi pada tahun 2015.Begitu memasuki tahun 2015, sudah mulai terjadi komunikasi antar organisasi, walau hanya sekedar penyampaian kabar karne tentunya, mencocokkan jadwal adalah hal yang paling pokok sebelum semua dilanjutkan.

Mendengar kabar akan adanya Ujian Sekolah yang liburnya sekitar semingguan, digelar pertemuan resmi antar 2 organisasi, di salah satu kantin di DK di area Geratak Sabbo' yang baru, sore hari.Pertemuan sekaligus penyatuan maksud dan tujuan hingga menentukan hari dan tanggal serta hal-hal teknis lainnya, yang intinya semua adalah syarat untuk mendaki ke sana.

"16-18 MARET 2015"
Tanggal sudah didapat, semua perihal teknis hingga non teknis dibahas semua tanpa sedikitpun terlupakan, termasuk perihal pantang larang digunung, juga ikut dibicarakan sampai tuntas.Hari penentuan adalah tanggal 15 Maret 2015, segala persiapan disiapkan pada hari ini, berbagai hal hingga masalah kecil pun diingatkan dan terus diingatkan, agar tidak menjadi masalah kemudian hari, khususnya masalah air, yang merupakan petaka bagi para pendaki jika tidak siap dengan masalah satu ini.Pertemuan terakhir meliputi persyaratan dan pembenahan barang bawaan, tenda hingga masalah dapur atau ransum untuk ke gunung, tidak lupa masalah transport juga dibahas abis-abisan.

Begitu clear, kembali kepada diriku lagi, karena nampaknya, perlengkapan pendakianku lah yang paling banyak, karena beberapa kegiatan yang akan ku lakukan, khususnya yang berkaitan dengan pekerjaanku, yaitu Entomology.Tas Carrier 70 liter turun, Water bladder, refill hingga 2 liter, Hammock multi fungsi ikut nimbrung, dan tidak lupa sleeping bag, walau tidak berguna bagiku, mungkin bermanfaat bagi anggota lainnya yang memang tidak memiliki kelengkapan seperti milikku, ikut kubawa, yah,.. minimal untuk bantal lah kalau nggak ada yang butuh.

Selesai packing, masalah muncul lagi, yaitu kenderaan offroad, motor trail yang sengaja kumodifikasi untuk lintas alam, mengalami kerusakan, dan kali ini cukup berat, rantai beserta gear setnya rusak, mana sudah sore lagi, waktu benar-benar tidak bersahabat, sempat terpikir untuk menggunakan motor biasa, tapi aku khawatir jalan yang akan ditempuh tidak layak, ya udah, motor ku bongkar, buka roda belakang, dengan cara dilepas, lalu melepas gear sproket yang rusak, beruntung aku punya stok dibengkel pribadiku, tinggal lepas dan ganti, beres untuk gear sproket.

Selesai masalah sproket, giliran rantai yang rusak, harus dilepas, karena rantai motorku termasuk panjang,tidak tersedia di pasaran, opsi utama adalah menyambung, dan kembali lagi keberuntungan memihakku, karena stok rantai juga aku udah punya,tinggal potong, lalu setting, ukur dan sambung, jam 19.00 WIB urusan beres-beres motor kelar, tingggal test ride dulu ke Sungai Pinang sekaligus ke Pertamina untuk isi bensin hingga penuh.

Motor dinyalakan, langsung tancap gas, Alhamdulillah, tidak ada masalah lagi, hingga aku berhasil tancap gas ke arah Sungai Pinang yang cukup jauh dari rumahku.Setelah sampai ke Pertamina dan isi bensin, aku kembali kerumah untuk mengemas semua kelengkapan lainnya yang belum lengkap tadi sore.

Sesuai perkiraan, dan emang sudah menjadi sifat asliku, sibuk ketika berada pada H-1.Setelah mengemas perlengkapan umum, perlengkapan khusus lalu di cek ulang dan dikemas, masuk  ke dalam tas Carrier. Hampir semua perlengkapan Entomolgy sudah clear dikemas dan packing, berikut perlengkapan lampunya.Dilanjut dengan perlengkapan lampu untuk penerangan, dicoba dan ditest berkali-kali supaya tidak terjadi kesalahan begitu sampai di puncak gunung Senujuh nantinya.Selesai lampu, terakhir adalah menyiapkan perlengkapan charger hp dan unit audio portabel hasil rakitanku sendiri.Tidak kusangka, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 02.30 dini hari, pantas saja terasa sunyi senyap seluruhnya. Namun, kupikir tanggung untuk berhenti sebelum semua perlengkapan selesai dikemas dan di packing.Tepat jam 04.00 WIB subuh, semua selesai dikemas hingga ke pakaian yang akan dikenakan berikut asesoris dan lain-lain, kepalaku kurebahkan dibantal, matikan nyala lampu, tidur adalah solusi, biar 1 jam, yang penting berkualitas.

Tempat Start

Jam 05.30 WIB, pada tanggal 16 Maret 2015, mata kubuka sebelum alarm berbunyi, dengan sedikit bergegas aku cuci muka dan ganti pakaian pendaki, lalu mengeluarkan motor ke jalan raya seraya menyalakannya.Selesai motor menyala, aku kembali meraih kaos kaki dan sepatu khusus untuk mendaki, lalu membawa perlengkapan dan tas Carrier keluar rumah, langsung tancap gas menuju ke tempat start yang berada di salah satu rumah peserta, tepatnya di depan SMPN 1 Sambas.

Jam 05.50 WIB, aku sampai ditempat bertemu sekaligus start, hanya ada beberapa anggota yang hadir, sambil menunggu, kulepas tas bawaanku, dan segera aku menuju tempat favorit untuk sarapan, namun nasib berkata lain, tempatnya tutup, tidak jualan.Mau tidak mau aku kembali lagi, ntar nitip aja buat sarapan dan bekal untuk ke gunung.
Rute Sajad

Sesuai kesepakatan, Jam 07.00WIB pagi adalah waktu keberangkatan, sambil menunggu semua peserta datang, toleransi 15 menit kuberikan sekaligus menghindari masalah lalu lintas, yang mana pada jam sibuk biasanya banyak penjagaan oleh polisi lalu lintas, khususnya didaerah persimpangan dan depan sekolah.Hal itu dipilih mengingat ramai juga peserta yang tidak membawa helm, termasuk diriku.Begitu semua hadir, tepat puku 07.15WIB, rombongan memulai keberangkatan dengan motorku sebagai leader ditancap menuju jalan arah Sajad, karena faktor suasana dan beberapa pertimbangan, khusunya view gunung Senujuh yang tampak dari sisi manapun jika melalui rute ini.

Rest Point
Setiap perjalanan pasti mengalami kendala, dan kali ini terjadi kebocoran ban begitu melewati area perkampungan, di Mensemat, kenderaan salah satu peserta mengalami kebocoran, beruntung mereka membawa perlengkapan yang cukup banyak, termasuk perlengkapan bengkel.Dengan begitu, perjalanan dihentikan, sambil aku tancap gas menyusul rombongan depan yang sudah jalan duluan tanpa mengetahui ada rombongan yang terhenti akibat kerusakan motor.

Berhasil disusul, mereka dihentikan sementara sambil menunggu rombongan yang sedang memperbaiki motor di belakang.Diwaktu istirahat tersebut, aku melanjutkan perjalanan sebentar ke wilayah yang menjadi langgananku untuk memantau habitat serangga endemik wilayah Desa Kuayan yang tiap tahun sering kusambangi untuk pendataan dan penangkapan.Begitu selesai, aku kembali lagi kerombongan sambil menunggu yang lain datang.

Beberapa menit kemudian, rombongan akhirnya kumpul kembali, dengan begitu, perjalanan bia dilanjutkan tanpa kendala.Selanjutnya, Desa Segerunding menjadi tujuan akses untuk menuju gunung Senujuh, sesampai di Segerunding, aku berhenti sebentar untuk membeli perlengkapan yang kurang diwarung, sedangkan rombongan sudah memacu kenderaannya menuju perkampungan Turusan.Selesai belanja, aku kembali menyusul mereka hingga ke Kampung Turusan, dan mereka berhenti ujung kampung, tepatnya diperhentian tempat menunggu transpoertasi air.

Selesai istirahat dan berfoto, perjalanan kami lanjutkan memasuki Kampung Pulau Peranggi, sepanjang 5KM kampung ini kami lalui, dan seperti biasa, aku lebih menyenangi di posisi paling belakang alias sweeper, dengan berada dibarisan paling belakang,bukan berarti aku lambat, tapi lebih ketanggung jawab, misalkan ada yang tercecer atau tertinggal, tugasku untuk mengamankannya sembari menebar senyum kepada warga yang keheranan dengan rombongan kami yang sangat ramai melalui kampung mereka.

Dan, akhirnya aku berhenti disalah satu warung untuk membeli air kemasan sebagai cadangan untuk pendakian, sekaligus memberikan penjelasan kepada warga yang keheranan, dan kupikir, untuk lanjut ikut rombonganpun, pas dipenyeberangan, nggak mungkin bisa nyeberang sekaligus, pasti gantian. Ku turunkan tas carrier ku, lalu aku menunjuk air kemasan 1,5 liter, lalu kumasukkan ke dalam compartment khusus tas Carrier ku.Sembari mengemas, perbincangan tidak terelakan dari warga yang penasaran, setelah kuutarakan niat kami, mereka rata-rata kaget, lalu kujelaskan ini bukanlah yang pertama kalinya, lalu mereka bisa memahami situasinya.

Selesai berbincang-bincang, dan beberapa pesan serta nasihat dari warga, kembali tas carrier kunaikkan kepunggungku dan segera melanjutkan perjalanan menuju ke penyeberangan.Disana, rombongan pertama sudah nyeberang, tinggal kami, beberapa buah kenderaan yang belum naik ke moda penyeberangan desa, untuk mencapai sisi seberang, yaitu Desa Sendoyan.

Moda penyeberangan menghampiri, segera rombongan kami satu persatu menaikkan kenderaan mereka di penyeberangan sungai.Selesai, perjalanan meyeberangi sungai berlangsung dalam hitungan menit dan akhirnya sampai di sisi seberang. Kunci kontak On, nyalakan motor, tancap gas untuk naik ke daratan Desa Sendoyan.Selesai membayar ongkos, rombongan kupimpin untuk melalui jalan kampung menuju kampung Mak Lebar, di dekat kaki gunung Senujuh.

Dipersimpangan kampung Mak Lebar kami berhenti, sambil berbincang-bicang dengan warga yang kebetulan lalu lalang, disini kami rencananya bertemu dengan rombongan dari Galing.Perkiraan kami, mereka datang lebih awal, karena lebih dekat daripada kami, ternyata mereka datang telat, hampir 30 menit kami menunggu, akhirnya mereka muncul, menambah jumlah peserta pendakian, hingga 33 orang secara total.

Rencana awal, pendakian di mulai dari kampung Mak Lebar, dengan pertimbangan pilihan Camp Site di pohon durian RAJA, yang mana posisinya lebih mudah diakses dari arah  barat/ Mak Lebar ketimbang dari timur/ Sajingan Kecil.Kenapa dipilih di area pohon durian RAJA, karena tempatnya sangat luas, mengingat jumlah peserta yang 33 orang, takutnya di camp site lama nggak muat.Namun rencana tidak berjalan sesuai keinginan, bukan masalah akses menuju lereng pendakian, tetapi air bersih. Dari arah Mak Lebar, air bersih susah didapat, namun tidak sulit jika melalui jalur timur di Sajingan Kecil. Karena yang mengetahui medan cuma aku, lalu kuutarakan niat ku untuk merubah rute ke rombongan, dan diamini oleh semua.Tanpa basa-basi lagi, perjalanan dilanjutkan menuju kampung Sajingan Kecil.Motor ku tancap menuju lokasi sambil diikuti rombongan lainnya, dan waktu sudah menunjukkan pukul 09.30 WIB, cukup panas untuk awal perjalanan off road.

Sambil melalui jalan setapak rabat beton, sesekali kepalaku menoleh ke sisi gunung, tampak dari kejauhan betapa angkuhnya warna hijau bermahkotakan dedaunan tinggi menyambut lalu lalang perarakan awan, disitu aku mulai berpikir, pasti perjalanan kami tidak akan semudah seperti kelihatannya. Tanpa kusadari, persimpangan ke arah kampung Sajingan sudah tampak, lalu aku berbelok ke jalan setapak yang kondisi jalannya sangat jelek, sempat terpikir olehku, bagaimana nantinya nasib peserta yang belum berpengalaman, melalui jalan jelek seperti ini, semoga lancar tanpa hambatan pikirku.

Kuhentikan deru mesin kenderaanku, sambil melambai dan menghentikan rombongan sembari mengarahkan tujuan yang harus mereka lalui.Nampak jelas wajah risau terpancar, karena rute yang kutunjuk adalah jalan yang kondisinya buruk.Tidak tau dengan ujungnya nanti,apakah akan lebih baik atau malah lebih buruk.
Begitu semua rombongan sudah lewat, kususul mereka, banyak yg berhenti sambil mendorong motor yang tersangkut karena lumpur dan tanah becek.Dan benar saja dugaanku,banyak yang mulai mengeluh dengan kondisi jalan.Namun dengan sedikit upaya paksa, mereka tetap melanjutkan perjalanan menyusuri rute yang berat ini.
Tidak lama kemudian, perkampungan kecil nampak diujung kebun, ada beberapa rumah kebun disitu, namun sepertinya hanya ada 2 buah rumah saja yang berpenghuni,selebihnya kosong.Karena biasanya mereka kesini hanya pada musim-musim tertentu,seperti musim buah atau musim panas, karena pada musim itu,mereka bisa berkerja.
Kusapa beberapa penghuni dengan lambaian dan senyuman, dan lambaian balik kuterima dari mereka sebagai bentuk sambutan hangat pastinya.Namun, diujung senyuman tersebut, perjalanan kami disambut dengan jalan yang kondisinya sangat buruk, becek, basah dan berlumpur dengan jarak yang lumayan panjang.Sedangkan kebanyakan kenderaan motor yang ada berjenis motor matic dan motor biasa, bukan jenis khusus atau motor laki.

Daya dan upaya sudah dipaksakan, pastinya hasil keringat yang didapat, namun, perjalanan tetap saja terhambat.Ku ambil keputusan untuk menghentikan kenderaan lalu menyuruh kenderaan yang tidak bisa lewat untuk parkir di semak-semak, karena hampir semua tidak bisa lewat kecuali motorku dan beberapa motor lainnya yang berhasil lolos.
Keputusanku diterima oleh peserta, dan mereka segera memarkirkan motor mereka sembari mengemas ulang barang bawaan untuk melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki.Selesai repacking, perjalanan pun dimulai, dengan melangkahkan kaki sepanjang jalan tanah yang becek.

Perjalananan yang ditempuh tidak terlalu jauh, sekitar 7KM, namun, karena disiang hari yang terik begini, kondisi fisik mereka tetap akan terusik oleh panas dan tentunya akan merubah skenario perjalanan, semoga, sebelum jam 13.00WIB , semua peserta sudah datang ke Kampung Sajingan Kecil, pikirku.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB, sebagian peserta sudah mulai berdatangan, ada yang berjalan kaki, ada yang dijemput menggunakan motor yang berhasil lolos.Sembari menunggu peserta datang semuanya, kuperintahkan untuk mengecek semua barang bawaan dan juga melepas aki motor yang masih bagus, nantinya digunakan sebagai sumber penerangan di atas gunung.
Tidak lama kemudian, azhan pun berkumandang, menandakan sudah masuk waktu sembahyang Zuhur, dan keberadaan kampung Sajingan kecil tidak jauh lagi.Sebagian sudah tidak sabar untuk ke sana, namun kucegah demi menjaga solidaritas.
Begitu semua peserta datang, perlahan mereka bergerak menuju kampung Sajingan
Kecil sesuai dengan perintahku.Disana, kembali mempersiapkan perbekalan yang habis dan makan siang sambil mengurus ijin ke ketua kampung.

Rencananya, jam 13.00WIB, rombongan sudah harus naik ke gunung, karena rute yang akan ditempuh lumayan berat bagi pemula, apalagi hampir semua pesertanya tidak pernah naik ke gunung Senujuh.

On Proggress.......... ( main story )